Afwan agak panjang...sekadar share, semoga bermanfaat
BAGAIMANA SEHARUSNYA BERSAHABAT DG AL-QUR'AN
By Arham bin Ahmad Yasin.
( disampaikan dlm acara MULTAQO GEMMA (Gerakan Masyarakat Menghafal Al Qur'an), Bogor 4 OKTOBER 2015”)
“Bacalah Al Qur’an karena sesungguhnya Al Qur’an itu akan datang di hari kiamat sebagai syafaat bagi shohib-shohibnya.”
Siapakah shohib itu dan apakah kategori shohib itu ??
Ada yang mendefinisikan ia adalah yang membaca atau ia yang menghafal atau ia yang bacaannya baik dan benar serta mengamalkannya.
Dengan logika sederhana bahwa shohib itu adalah teman, dan teman itu akan dibedakan berdasarkan intensitas pertemuannya. Maka itulah yang menentukan tingkatan keshohiban kita dg Al Qur’an adalah seberapa intens kita berinteraksi dengan Al Qur’an.
Semakin baik tingkat interaksi kita dengan Al Qur’an maka akan semakin besar tingkat kesohiban dg Al Qur’an. Tidak perlu dibandingkan siapa yang paling shohib dengan Al Qur’an. Apakah ia yang baca tapi tak mengerti ataukah dia yang membaca dan mengamalkan…
Bacaan Al Qur’an yang baik/ideal itu adalah “Bacaan yang sempurna tanpa takalluf (over acting) yang diucapkan dengan lembut tanpa susah payah dan tidak ada yang bisa membedakan antara orang yang melakukan dan meninggalkannya kecuali latihan seseorang dengan mulutnya.” Tilawah Al Qur’an itu adalah sebuah skill yang memerlukan latihan. Bacaan yang ideal itu adalah bacaan yang keluar dengan reflek benar. Takalluf (sikap berlebihan) ada dua yaitu Mahmud dan Madzmum. Takalluf Mahmud adalah takalluf yang ketika membaca Al Qur’an lebih memikirkan sifat-sifat huruf, ghunnah dll sehingga selesai tilawah akan terasa ngos-ngosan, biasanya ini terjadi pada proses belajar memperbaiki bacaan. Hal ini masih dikatakan wajar asal berproses lebih lanjut untuk mentadabuburi bacaan Al Qur’an. Takalluf Madzmum adalah takalluf yang tercela adalah kebiasaan membaca Al Qur’an yang belum baik dan benar tapi enggan untuk memperbaiki bacaan menjadi lebih baik.
Kunci dari memperoleh bacaan yang ideal adalah latihan persoalan dengan mulutnya yang tidak sekedar benar, tapi bacaan kita akan menjadi bacaan yang benar secara reflek. Imam Al Jazary menegaskan standar tersebut menjadi bacaan ideal adalah karena kita masih punya peluang amal (tanggung jawab) yang lain terhadap Al Qur’an yaitu tadabbur. Bacaan yg reflek benar akan membuat kita lebih berkonsentrasi untuk mentadabburi apa yang dibaca dibanding memikirkan bacaannya sudah benar atau tidak.
Berkaitan dengan tazkiyatun nufus, bahwasanya peluang amal kita terhadap Al Qur’an itu sangat besar. Ada bab yang membahas tentang ghurur. Al ghurur (orang-orang yang tertipu) seorang qori’ dikatakan ghurur ketika ia terlihat begitu menikmati makna dari Al Quranul yang ia baca padahal sesungguhnya yang ia nikmati adalah suaranya. Maka seseorang hendaklah mengecek hatinya apakah ia enjoy saat membaca Al Qur’an karena maknanya atau semata karena suara (lagham). Hal ini berguna saat proses tadabur. Tentu saja lebih baik yang bacaanya bagus dan mengerti maknanya. Imam Nawawi dalam kitabnya menyebutkan tentang perintah tadabbur. “Ketika seseorang sudah mulai membaca Al Qur’an maka hendaknya pikirannya sudah khusyuk dengan tadabbur. Dan dalil tentang ini terlalu banyak untuk dihitung dan terlalu jelas jika disebutkan. Dan ini merupakan maksud yg diinginkan dalam bertilawatil Quran yg dengannya dada itu menjadi lapang dan hati menjadi bercahaya” artinya yang dikehendaki dari tilawatil Qur’an adalah tadabbur, selain kewajiban memperbaiki bacaan.
Saat tarhib Ramadhan ada banyak pertanyaan mengenai Al Qur’an mana yang lebih baik, Mengejar target khatam tapi dengan bacaan yg buru-buru atau membaca tartil tapi khatamny sedikit. Atau membaca Al Qur’an dengan tartil dan memaknainya tapi khatamnya sedikit. Jawabannya adalah seberapa besar keinginan kita untuk memberi waktu lebih untuk Al Qur’an.
-----So, who’s the bestfriend of Al Qur’an ? Jawabannya adalah seberapa tingkat interaksi kita dengan Al Qur’an?------
Nabi memerintahkan ummatnya untuk berdoa memohon Firdaus melalui sabdanya, “Jika kalian meminta pada Allah mintalah kepadaNya Firdaus, karena sesungguhnya Firdaus adalah surga yang paling utama, dan merupakan tingkatan tertinggi dari surga, di atasnya terdapat ‘Arsy Ar Rahman dan dari Firdaus itulah memancar sungai-sungai surga”( Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Kitabus Sunnah). Maksud hadist ini disampaikan adalah dalam berinteraksi dengan Al Qur’an jika bisa menggapai target tertinggi dalam mempelajari Al Qur’an maka jangan lakukan dengan pas-pasan. Dalam materi tarbawiyah biasa disebutkan Ulluwul himmah (tingginy obsesi). Tentu jika kita memiliki obsesi tinggi maka ia kan berbanding lurus dengan mujahadahnya. Dalam Q.S Al Isra ; 19 “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Ada kisah seseorang ingin belajar tahsin;
A: Ustad sy ingin belajar tahsin yg bagus.
U: disana ada
A: Oh disana… yah tad disana jauh…
U: Oh ada yg deket tuh disitu…
A: Ah.. disana mah mahal tad..
U: Oh ada di sana gratis lagi.
A: Wah itu mah sy juga tau tad cm waktunya itu.
Dari kisah tersebut dapat disimpulan, sebuah keniscayaan bahwa “TIDAK ADA MUJAHADAH TANPA PENGORBANAN.” Jarak, biaya, waktu dsb adalah sebagai bentuk ujian.
Maka sangatlah penting memiliki hafalan yang baik. Karena jika saat membaca masih memikirkan ayat berikutnya maka kapan memntadabburinya. Masalahnya adalah pada diri kita yang tidak pernah meberikan waktu lebih untuk Al Qur’an. Kalau kita memberikan waktu utama kita untuk Al Qur’an maka in syaa Alloh, Alloh memberikan keberkahan pada waktu kita. Rasulullah Saw. bersabda : “Barang siapa disibukkan dengan Al-Qur’an (menghafal, mempelajari atau memahaminya) dari berdoa kepada-Ku, niscaya Aku beri ia sesuatu yang terbaik yang Aku berikan kepada orang yang meminta kepada-Ku, dan keutamaan Kalamullah terhadap kalam lainnya seperti keutamaan Allah terhadap makhluk-Nya.”(HR. Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang obsesinya adalah akhirat, tujuannya akhirat, niatnya akhirat, cita-citanya akhirat, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kecukupan di hatinya, Allah mengumpulkan urusannya, dan dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina. Barangsiapa yang obsesinya adalah dunia, tujuannya dunia, niatnya dunia, cita-citanya dunia, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya, Allah mencerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja.” (Hr. At-Tirmidzi dan lain-lain; hadits shahih). Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang menjadikan kegelisahan, kegundahan, cita-cita, dan tujuannya hanya satu, yaitu akhirat, maka Allah akan mencukupi semua keinginannya. Barangsiapa yang keinginan dan cita-citanya bercerai-berai kepada keadaan-keadaan dunia, materi duniawi, yang dipikirkan hanya itu saja, maka Allah tidak akan peduli di lembah mana dia binasa.” (HR. Ibnu Majah).
Kalau kita belum bisa mengcancel urusan duniawi untuk Al Qur’an, artinya kita belum mau menjadi shohib Al Qur’an. Jangan bangga jika dinggap sok sibuk. Karena itu bukan mencerminkan pekerja keras tapi pekerja yang tidak efektif. Pekerja efektif itu adalah pekerja yang bisa menyeimbangkan urusan dunia dan akhiratnya.
Wallahu’alam bishowab
❓❓❓
Pertanyaan 1⃣
❓Bagaimana memenuhi target tilawah tetapi juga ingin menghafal ?
Butuh kesungguhan, tilawah ada porsiny hafalan apalagi. Hafalan itu tak akan mengganggu target tilawah harian. Kalau kita sungguh-sungguh in syaa Alloh tidak akan ada masalah denga waktu. Caranya adalah manajemen waktu yang baik.
❓Pertanyaan 2⃣
- Bagaimana jika ada sekolah yang Menghentikan aktivitas hafalan karena UN?
- Tidak mau menghafal qur’an karena takut kena azab kalau lupa hafalan.
- Jika pengajaran dilakukan dengan efektif maka tidak akan kalut dengan UN. Alloh menyukai pekerjaan yang profesional. Karena keberkahan Al Qur’an tidak akan menghalangi apapun.
- Hal tersebut menggambarkan kapasitas seseorang, yaitu levelny penakut. Karena ketika memiliki obsesi untuk menggapai derajat tertinggi hal tersebut tidak menjadi penghalang. Sarana menghafal adalah untuk control personal yang efektif. Hafalan ada karena ada penjagaan pada diri.
❓Pertanyaan 3⃣
Bagaimana menghadapi binaan yang malas membaca Al Qur’an atau hafalan di luar sekolah?
Menanamkan mindset anak bahwasanya membaca Al Qur’an bukan masalah target angka. Target orang tua berhasil menanamkan Al Qur’an pada diri anak adalah ketika anak memiliki kemauan sendiri dengan target yang ditentukan sendiri dan jam yang ditentukan sendiri untuk membacanya. Tidak mamaksakan anak harus hafal Al Qur’an sekian dan sekian.
rewritten by roza ( Santri Tahsin GEMMA Angkatan 2b)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan jika ada yang mau berkomentar