Senin, 12 Desember 2016

perlakuan bijak terhadap anak hiperaktif

*KULWAP HSMN TANGERANG*

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅

Narsum : Ratih Sondari

Tema : perlakuan bijak terhadap anak hiperaktif

📆 Jum'at, 9 Desember 2016

🕰 16.00 - 17.00 WIB

Moderator : Fina Mami Heidi

Notulen : Dian A. Puspitasari

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅
*CARA BIJAK MENGHADAPI ANAK HIPERAKTIF*

WHAT?
Hiperaktif adalah gerakan fisik yang berlebihan yang di luar batas yang dapat diterima secara umum. Orangtua bisa mengenali apakah anaknya menunjukkan perilaku hiperaktif dengan membandingkan tingkat aktivitas fisik anaknya dibandingkan dengan anak-anak lain yang usia dan jenis kelaminnya sama dengan anaknya. Biasanya, ortu akan mengeluh anaknya "ga bisa diem", "suka manjat-manjat", atau "ga bisa duduk tenang". Ketika anak sudah mulai sekolah, biasanya ia tidak bisa duduk lama di bangkunya dan tugasnya seringkali tidak selesai. Meminta orang dewasa lain untuk mengamati tingkat gerakan fisik anak kita bisa membantu kita untuk lebih objektif dalam menilai apakah anak kita termasuk hiperaktif atau tidak.

Apakah semua anak dengan tingkat aktivitas tinggi dikatakan hiperaktif?
Jawabannya tidak.
Karakteristik anak yang hiperaktif adalah melakukan gerakan yang TIDAK BERTUJUAN dan TIDAK TERARAH. Ia banyak bergerak ke sana ke mari tapi tidak jelas tujuannya apa dan tidak menghasilkan apa-apa.
Jika anak banyak bergerak tapi produktif dan gerakannya terarah dan bertujuan, maka ia tidak dikatakan hiperaktif.
Perlu diingat juga, secara umum anak usia 2-3 tahun sangat aktif bergerak, sehingga jangan dengan mudah memberi label bahwa anak tersebut hiperaktif. Anak-anak yang cerdas dan suka mengeksplorasi lingkungannya juga aktif bergerak, sehingga belum tentu ia hiperaktif. Jadi yang membedakannya adalah gerakannya bertujuan atau tidak, produktif atau tidak.

WHY?
Ibu-ibu yang punya lebih dari satu anak mungkin melihat bahwa sejak lahir ada bayi yang aktif dan ada yang pendiam. Ada yang rewel, ada yang anteng, ada yang suka tertawa tiap ketemu orang. Ada yang gerakannya lamabat dan ada juga yang gerakannya cepat.
Iya, sejak lahir bayi sudah beda-beda. Cara berperilaku dan cara merespon secara emosional ini dinamakan temperamen. Temperamen tidak hanya tentang cara merespon emosi, tetapi juga cara bereaksi dan berperilaku pada situasi-situasi lain. Bayi yang banyak bergerak dan aktif dipengaruhi juga oleh temperamen yang sudah dibawanya sejak lahir. Dengan kata lain, hiperaktif ini dipengaruhi genetik. Lingkungan setelah bayi lair bisa meningkatkan atau mengurangi perilaku hiperaktif anak.

Untuk diagnosis hiperaktif, diperlukan evaluasi multi-disiplin dari dokter anak dan psikolog. Perilaku hiperaktif memiliki dasar neurologis yang membuat anak bergerak tanpa tujuan. Pemahaman ortu tentang masalah neurologis pada otak anaknya yang membuat ia tidak bisa diam dapat membantu orangtua untuk menoleransi perilaku anaknya dengan tidak menyalahkan anak dan fokus pada cara membantu anak untuk bergerak lebih terarah dan bertujuan.

HOW?
Bagaimana  mencegah agar anak tidak berperilaku hiperaktif?
• Ciptakan lingkungan yang sehat.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik dan mental ibu hamil dapat memengaruhi tingkat aktivitas dan konsentrasi anak. Selama kehamilan, berbagai penyakit, obat-obatan, dan stres yang intens dan lama berasosiasi dengan hiperaktivitas pada masa batita. Mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan tidak mengonsumsi obat-obat keras merupakan cara terbaik untuk memastikan kondisi prenatal yang sehat. Proses persalinan normal tanpa obat-obatan berlebihan juga cara terbaik untuk mencegah kerusakan sistem syaraf anak yang bisa berpengaruh pada kombinasi hiperaktivitas, impulsifitas, dan atensi yang mudah teralihkan pada anak.
• Ajarkan aktivitas yang bertujuan.
Sejak bayi lahir, ortu bisa mengajarkan anak untuk berperilaku terarah dan bertujuan dengan memberikan contoh kepada anak. Ortu juga bisa memberikan penguatan positif terhadap semua perilaku anak yang efektif dan produktif. Contohnya, untuk bayi, ketika ia berhasil meraih mainan yang ada di depannya, ortu bisa memberi penguatan dengan bertepuk tangan sambil tersenyum yang menunjukkan emosi positif dan kehangatan kepada anak. Untuk anak yang sudah bisa bicara, ortu bisa memberi contoh penggunaan bahasa sebagai panduan untuk melakukan perilaku bertujuan, seperti "Aku harus menyelesaikan tugas ini, lalu istirahat". Bahasa juga dapat digunakan sebagai alat untuk memonitor-diri, seperti "ini belum dilakukan dengan benar, aku akan memperbaikinya".

Bagaimana jika anak sudah menunjukkan perilaku hiperaktif?
• Berikan penguatan verbal terhadap perilaku yang tepat.
Lawan dari hiperaktif adalah tingkat aktivitas yang tepat, terutama yang bertujuan dan produktif. Ortu sebaiknya mengarahkan anak pada perilaku-perilaku produktif dan memberi penguatan positif setiap anak berhasil melakukannya. Ketika anak bisa duduk tenang di kursinya, mengarahkan perhatiannya, dan menyelesaikan tugasnya, ortu  bisa mengatakan, "Masyaa Allah, kamu udah berusaha mengerjakan tugasnya sampai selesai". Setiap tujuan sebaiknya dibuat spesifik, dan setiap anak menyelesaikannya beri pujian yang bisa menjadi penguatan positif bagi anak untuk mengulangi perilaku tersebut di lain waktu. Pujilah USAHAnya, bukan hasilnya, seperti "wow, kamu udah berusaha keras untuk tetap duduk di kursi sampai makananmu habis". Pujian ini sebaiknya disampaikan dengan segera ketika anak menunjukkan perilaku yang diharapkan. Memberikan contoh perilaku untuk ditiru anak dan memuji anak perlu sering diulang untuk menguatkan perilaku produktif anak. Untuk balita, bisa dengan memberikan pujian dan hadiah kecil dengan segera. Untuk anak yang lebih besar dan remaja, bisa dengan memberikan hadiah jangka-panjang (mengumpulkan poin dulu untuk mendapat hadiah di akhir pekan) dan kontrak tertulis.
• Membuat kontrak.
Kita bisa membuat kontrak dengan anak untuk membentuk perilaku anak. Jika anak mau melakukan apa yang kita minta, maka kita akan memenuhi permintaannya. Misal, kita membuat kontrak "jika kamu bisa duduk selama makan sampai makanannya habis, maka kamu boleh main games 30 menit". Hadiah (reward) sebaiknya diberikan dengan sering dan segera, dan untuk pencapaian aktual. Kontrak sebaiknya jelas, adil, dan bisa dicapai anak. Untuk anak-anak yang lebih besar, bisa dibuatkan tabel selama sepekan. Setiap perilaku ditulis secara spesifik dan diberi tanda cheklist setiap anak berhasil melakukannya. Misal, perilaku yang diharapkan adalah "shalat di awal waktu". Kemudian buat perjanjian, jika dalam satu hari anak shalat di awal waktu sebanyak 5x maka dia akan mendapat apa, jika 4x akan mendapat apa. Jika dalam sepekan shalat di awal waktu sebanyak sekian, maka akan mendapat apa. Lalu beri checklist setiap anak shalat di awal waktu. Kemudian beri rewardnya dengan segera. Reward tidak harus berupa barang. Bisa juga berupa "hak istimewa" atau kesempatan piknik di akhir pekan ke tempat yang dipilih anak. Semakin baik anak dalam menyelesaikan tugasnya, maka semakin baik reward atau "hak istimewa" yang diberikan kepada anak.
• Menggunakan sistem poin.
Sistem poin ini mirip dengan kontrak yang dibahas sebelumnya. Sistem poin bisa diberikan kepada anak yang tidak responsif terhadap pujian, sehingga ia diminta mengumpulkan poin. Semakin banyak poin, maka semakin baik reward yang dapat ia peroleh yang sudah didiskusikan sejak awal. Peningkatan perilaku yang diharapkan dapat diberikan jika reward yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Tidak terlalu banyak/sering dan tidak terlalu sedikit juga, ortu yang lebih mengetahui kebutuhan dan kesukaan anaknya. Ketika perilaku yang diharapkan telah dilakukan dengan konsisten oleh anak, maka sistem poin dapat dihentikan pada perilaku tersebut dan dialihkan pada pembentukan perilaku lain.
• Menyediakan struktur.
Anak sebaiknya mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan ortu darinya. Tanpa marah, dengan tenang, ortu sebaiknya mengatakan kepada anak perilaku apa yang tepat untuk dilakukan:
"Melompat dari satu tempat ke tempat lain membuat gambarmu yang keren ini ga selesai-selesai diwarnai. Ayo duduk yang tenang dan selesaikan gambarmu".
"Anak yang tetap duduk di tempatnya sampai tugasnya selesai tu hebat banget!".
"Ketika kau merasa kesal, baca ta'awudz dan tarik nafas panjang".
Ketika orangtua  relatif KONSISTEN dan DAPAT DIPREDIKSI, anak yang hiperaktif akan merasa lebih aman dan tenang. Kedua orangtua (ayah dan ibu) sebaiknya merespon anak dengan cara yang serupa. Anak belajar bahwa respon positif dari kedua orangtuanya diikuti perilaku yang bisa diprediksi, aktivitas yang lebih bertujuan.
Menyiapkan anak sebelum datang ke suatu tempat akan sangat membantu. Misalnya, sebelum pergi ke mall, sampaikan kepada anak, "Nanti di mall akan banyak orang dan berisik. Kamu bisa terus di dekat ibu dan tenang aja. Jangan pegang barang-barang yang dipajang di sana. Pegang aja mainan ini (bawa punya sendiri)".
Di rumah, untuk meminimalisir pengalih perhatian anak, maka sebaiknya kamar belajar anak diatur agar tidak ada objek-objek yang mengganggu perhatian anak. Meja belajar sebaiknya bersih dari pernak-pernik yang mengganggu perhatian anak. Dinding di depan meja belajar anak sebaiknya kosong dari gambar-gambar.
• Meningkatkan kontrol diri.
Self-talk merupakan metode paling powerful untuk mengontrol diri. Ajarkan anak untuk berbicara pada dirinya sendiri untuk memandu perilakunya sendiri. Misal, ajarkan anak untuk berbicara pada dirinya sendiri ketika perilakunya mulai tidak terarah, "aku ingin menyelesaikan tugas ini. Jadi aku harus memusatkan perhatian pada tugas dan bermain setelah ini selesai". Dia juga bisa mengingatkan dirinya sebelum bertindak, "berhenti! Pikirkan dulu sebelum bertindak". Ketika ortu melihat anak sedang hiperaktif, ortu dapat mengingatkan kepada anak untuk mengatakan kepada diri sendiri, "tenang", "calm down" atau kata-kata lain yang bisa menenangkan sesuai dengan bahasa anak.  Ketika anak berhasil menenangkan diri, ortu sebaiknya segera memuji usahanya, "wah keren.. Kamu udah berusaha menenangkan diri sendiri!".
• Metode profesional.
Ketika orangtua tidak bisa mengatasi masalah perilaku hiperaktif anaknya dengan cara-cara di atas, maka sebaiknya orangtua meminta bantuan profesional. Cara-cara yang dipaparkan di atas adalah cara mengatasi masalah perilaku hiperaktif yang umum terjadi pada anak yang masih dalam kategori normal. Namun, jika cara-cara tersebut tidak berhasil, maka anak perlu evaluasi lebih lanjut dari profesional (dokter dan psikolog) untuk mendapat penanganan yang tepat. Dokter dapat membantu memberikan obat dan dietary untuk mengurangi penyebab neurologis yang membuat anak hiperaktif. Psikolog dapat membantu penanganan dengan modifikasi perilaku, relaksasi otot, desentisisasi terhadap stres, dan pemberian umpan balik.

Bismillahi rahmanir rahiim
Alhamdulillahi rabbil 'alamiin.. Segala puji bagi Allah Sang Pencipta Alam Semesta dan seluruh isinya.. shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad   SAW, sahabat dan keluarganya..

Alhamdulillah sore ini kita diberi kesempatan untuk sama2 belajar tentang cara mengatasi perilaku hiperaktif pada anak. Yang akan dibahas adalah perilaku hiperaktif yg masih pada rentang normal bermasalah, bukan yang gangguan/disorder (ADHD). Penggunaan kata hiperaktif ini hanya untuk mempermudah kita mengenali perilaku yang dimaksud saja. Sebaiknya kita menghindari pemberian label pada anak, apalagi yg maknanya terkesan negatif. Bahkan seringkali juga saya jumpai anak2 yang hanya aktif biasa, tapi diberi label hiperaktif oleh orangtuanya sendiri atau lingkungannya. Yuk, kita lebih bijak dalam memberi label pada anak dan belajar cara mengatasi masalah perilaku anak dengan lebih efektif ✅
======================
*Tanya - Jawab*

*Tanya*
1⃣ Pertanyaan pertama dr bunda astrid
Saya punya sepupu (kls 4 sd) yg tidak bisa minum air putih sejak kecil,, jadi jika makan maka minumnya air berwarna,, yg saya lihat dia jadi hiperaktif dan terkadang perilakunya membahayakan (termasuk ke rakha anak saya 3thn kalau sdh main),, bukan hanya ke anak2 tapi ke org dewasa.. bisa membahayakan diri y dan orang lain.. dia sekolah di sekolah biasa, ud 2 x pindah sekolah krn perilakunya tsbt.. sampai dilabel "anak nakal",, sebenarnya dia anak yg pintar bu.. bagaimana yah cara pendekatannya agar sepupu saya itu tdk berbuat yg membahayakan/spontan kpd anak2 saya?

Kadang saya jg tdk bs selalu monitor bu klo sdh kumpul keluarga..

Jazakillah bu 😊

*Jawab*
1⃣ Minuman yg berwarna yg dimaksud apa ya, bunda astrid?
Ada hasil penelitian yg menyatakan bahwa perasa buatan pada makanan bisa membuat anak hiperaktif. Tp hasil penelitian ini menjadi kontroversi krn kebanyakan anak yg suka makan makanan yg mengandung zat aditif seperti es krim, soft drink, coklat, permen dsb, tp tidak semua menjadi hiperaktif. Kemungkinan anak yg sudah memiliki kecenderungan untuk hiperaktif sejak lahir menjadi lebih besar kemungkinannya untuk hiperaktif jika memakan makanan yg mengandung perasa buatan.

Masalah yang biasanya menyertai hiperaktif adalah impulsif. Impulsif artinya anak bertindak tanpa memikirkan dl akibatnya. Bertindak sebelum berpikir. Bertindak sesuai kehendak hatinya. Impulsifitas ini yg bs membahayakan dirinya dan orang lain.
Selain itu, anak yg hiperaktif juga terkadang memiliki masalah perilaku yg dalam bahasa awam dikenal dengan istilah "nakal". Hal ini disebabkan adanya gangguan pada fungsi eksekutif di otak yg mengatur regulasi diri.

Cara penanganannya dengan modifikasi perilaku. Mirip seperti materi yg saya sampaikan sebelumnya. Ortu menjelaskan kepada anak, perilaku spesifik apa yang diharapkan dari anak dan kenapa anak perlu berperilaku demikian serta apa akibatnya jika ia melanggar. Misal, perilaku yg diharapkan "tidak memukul anak lain". Beri pujian/reward/hak istimewa jika anak tsb dalam rentang waktu ttt (misal 10 menit awal) tidak memukul anak lain yg ditemuinya. Ajarkan juga self-talk untuk menahan perilakunya, seperti "jangan memukul, biar disukai teman", "stop! Berpikir dulu sebelum bertindak", dsb.
Orangtua sebaiknya konsisten dalam menerapkan aturan. Misalkan memberi reward ketika anak menunjukkan perilaku baik dan memberi penalty ketika ia membahayakan orang lain. Penaltynya bs berupa pencabutan kesempatan yg disukainya. Misal, jika ia memukul, maka selama akhir pekan ia di rumah saja, tidak diajak jalan-jalan. ✅

*Tanggapan*
Bu Astrid: Minuman yg ada rasa bu, minuman kotak kaleng botol n dll..

Sampai sekarang klo minum air putih hrs dipaksa bu

*Jawaban*
Wah.. dari sisi kesehatan juga bahaya ya minum minuman kemasan gitu.. kalau udah kelas 4 SD sih sudah bs dikasih pengertian. Bisa sama2 diajak browsing tentang dampak minuman kemasan bagi kesehatan. Diperlihatkan juga foto2 atau video dr orang2 yg banyak minum minuman kemasan biar lebih konkret bagi dia.

Berubahnya bertahap sih itu untuk berhenti minum minuman kemasan dan mulai minum air putih.. sama seperti orang yg diminta berhenti merokok. Dimulai dari peningkatan informasi ttg bahaya minuman tsb bagi kesehatan, melihat foto/video orang yg sakit akibat kebanyakan minum minuman kemasan (mis, diabetes, lupus), menilai kelebihan dan kekurangan tetap minum minuman kemasan bagi diri sendiri, berkomitmen, dan memberi reward jika bisa menahan diri dr meminum minuman kemasan.

*Tanggapan*
Fina Mm Heidi: Kalau misal dibawa ke dokter spy dinasehati bgmn teh, biar lbh mantep 😄
*Jawab*
Bisa dibawa ke dokter untuk proses peningkatan kesadaran ttg bahaya minuman kemasan. Tp kalau sampai berubah sih prosesnya panjang. Perlu konseling. Mirip seperti orang yg mau berhenti merokok atau diet untuk menurunkan BB. Ga mudah untuk mengubah gaya hidup.. perlu

*Tanya*
2⃣pertanyaan kedua dari bunda dessy
Pola belajar anak hiperaktif baiknya seperti apa ya?

*Jawab*
2⃣ Untuk belajar, tetap anak perlu duduk dengan tenang. Jd awalnya dia perlu dilatih untuk tahan duduk di tempatnya. Kalau dia banyak bergerak, maka perhatiannya pun mudah teralihkan/tidak fokus. Anak akan lebih mudah mengingat materi pelajaran saat perhatiannya tidak terganggu dengan hal lain. Jd yg pertama perlu dilakukan adalah melatih anak untuk duduk tenang dan mengarahkan perhatiannya ke materi pelajaran. Cara membuat anak duduk seperti yg disampaikan dalam materi pengantar. Jika anak tidak bs diminta duduk dengan cara tersebut, maka kemungkinan ia perlu dibawa ke dokter untuk mendapatkan obat untuk mengurangi hiperaktifitasnya.

Oh iya tambahan ya.. anak yg hiperaktif biasanya ketika duduk pun tangan dan kakinya suka goyang2.. jadi dia tidak bisa diam. Ortu bisa meminta anak berdiri dulu lalu menggerak2an tangan dan kaki seperti senam selama 2-5 menit. Maksudnya agar energi anak tersalurkan dan anak diarahkan untuk bergerak dengan tujuan. Jadi ortu menginterupsi gerakan anak yg tidak terarah dengan melatih anak untuk mengambil kontrol terhadap pergerakan tubuhnya. Keberhasilan metode ini tergantung pada sikap positif ortu. Ortu yang memandang cara ini untuk membantu anak akan lebih efektif drpd yang  melakukannya untuk menghukum anak krn tidak bs diam. ✅

*Tanya*
3⃣ Pertanyaan selanjutnya dr mb laila
Anak saya Emir (3,5y) suka main berantem (mukul/nendang) seperti di film2 power ranger. Ya, memang ayahnya penggemar berat kamen rider bun, jd kl nonton suka ngajak anaknya ini. Saya sering kasih pengertian ke anak bahwa kl main berantem2an ini sm ayah/sesama cowok aja. Karena sering kali dia main sendiri diatas kasur dan sering juga menyerang adik perempuannya yg msh 1thn. Sering juga saya kesel sm ayahnya anak2 kl pas nonton harusnya anak jg diberi pendampingan, pengertian. Sering jg sampai saya larang si ayah buat nonton. Tp susah dicegah kl ayahnya inih 😅
Pertanyaan sy gmn ya bun biar gerakan2 memukul anak ini bs terarah dan tersalurkan dgn baik?
Krn udah terlanjur jg anak ini suka ikutan nonton kamen rider 😌

*Jawab*
3⃣ Idealnya, sebaiknya anak tidak diberi tayangan yang menampilkan perilaku agresi karena anak sangat mudah meniru apa yg dilihatnya. Anak belum bs menalar juga perilaku mana saja yg boleh dan tidak boleh ditiru. Seandainya dia diberi penjelasan bahwa tidak boleh memukul teman atau adik, dia tetap menganggap bahwa dia boleh memukul orang yg dianggap jahat seperti dalam film. Tapi batasan jahat bagi anak pun belum jelas. Bisa jadi semua yg membuat dia merasa tidak nyaman dianggap jahat olehnya.
Kalau anak sudah terlanjur nonton, maka anak diberi pengertian bahwa perilaku agresi tsb tidak boleh dilakukan kepada siapa pun yang bernyawa. Gerakan memukulnya disalurkan kepada boneka saja. Untuk usia 3,5 tahun untuk ikut thifan pun masih terlalu kecil ya.. jd ya disalurkan lewat olahraga sendiri atau pada bantal/boneka yg empuk sambil dikasih penjelasan. Sebaiknya untuk selanjutnya tidak dikasih tontonan seperti itu lagi. Terutama ayahnya dl yang perlu diberi pengertian ya.. coba dibaca lagi kasus2 bullying pada anak TK dan kelas 1 SD. Anak sekecil itu sudah bisa memukul/menyakiti anak seusianya. Mereka belajar dr mana? Bagaimana jika anak kita sampai menyakiti teman seusianya? Biarpun misalnya anak kita tidak mengerti saat melakukannya, tetap saja jatuh korban. Apa yang akan kita lakukan sebagai ortunya jika sampai ada anak lain menjadi korban dr anak kita?✅

*Tanya*
4⃣ Pertanyaan ke empat dari mb rieke

Assalamu'alaikum, mba Ratih...yang ingin saya tanyakan, apakah anak yg sering memukul tanpa sebab, bisa dikategorikan anak hiperaktif? Sejauh mata memandang, anaknya terlihat aktif. Anak tsb kalau bertemu dan bermain dengan anak saya, sering kali memukul anak saya. Memukul pun tidak cukup sekali. Misal, anak saya (A) mulai berlari yang tandanya ia ingin bermain kejar2an dg anak tsb (B). Si B mengejar, tp endingnya saat berhenti berlari, si B mesti memukul A. A tidak membalas, hanya menghindar saja. Mereka memang jarang bertemu. Bertemu n bermain hanya di masjid. Saya belum pernah melihat perilaku si B seperti itu terhadap anak yg lain di masjid. Apa karna B gemas dg A, ya? Usia A 3.5th..sedangkan usia B dibawah A, kurleb beda 6 bln. Jazakillahu khairan sebelumnya, mba Ratih. 😊

*Jawab*
4⃣ Untuk pertanyaan mba rieke: anak yang suka memukul berarti dia agresif (jika frekuensinya sering dan terjadi pada berbagai situasi). Anak yang hiperaktif itu cirinya bergerak berlebihan dibandingkan anak2 seusianya pada umumnya, dengan ciri gerakannya tidak terarah dan tidak bertujuan. Memang anak yg hiperaktif seringkali menunjukkan perilaku agresif juga krn ada kesulitan mengontrol diri krn bagian otaknya ada yg tidak berfungsi normal.
Untuk anak berusia 3,5 tahun wajar kalau dia aktif dan agresif. Usia tersebut memang masanya perkembangan motorik kasarnya berkembang pesat, jd mereka aktif bergerak. Anak usia segitu juga belum bisa mengendalikan amarahnya, sehingga wajar jika agresif ketika marah. Tapi kalau dari cerita mba rieke anak tersebut memukul di akhir kejar2an (yg situasinya kemungkinan dia tidak sedang marah), maka perlu ditelusuri lagi penyebab dia memukul. Apakah gemas atau meniru tayangan yg dilihatnya dimana biasanya di akhir kejar-mengejar, yg dikejar akan ditangkap/dipukul. Apakah dalam pikirannya yg dikejar adalah "penjahat" jd perlu dipukul. Jadi perlu diklarifikasi lagi juga ya mba rieke 😊. Secara umum, untuk anak usia 3 tahun wajar kalau aktif, agresif, dan impulsif. Orangtuanyalah yg bertugas mendidik agar anak mengurangi perilaku2 tsb. ✅

*Tanya*
5⃣ Pertanyaan dr mb nuning
Apa bedanya anak aktif & anak hyperaktif?

*Jawab*
5⃣ Anak aktif itu gerakannya bertujuan dan produktif. Contoh, anak bergerak di taman untuk mengejar dan mengamati kupu-kupu, melihat sarang semut, dsb. Jadi dia bergerak dengan tujuan yang jelas. Biasanya anak yg aktif suka mengeksplorasi lingkungannya. Sedangkan anak hiperaktif gerakannya tidak terarah dan tidak bertujuan. Dia bisa berlari-lari dari satu tempat ke tempat lain, lompat dari satu tempat ke tempat lain, manjat-manjat, tapi tidak ada tujuan yg ingin dicapainya yang mengarahkan perilakunya ✅.

*Tanya*
6⃣ Pertanyaan dari mbak Rieke, kalau pendidik alias guru mengikat kaki anak didiknya karna tdk mau diam dikelas, lari2an, apakah diperbolehkan?

Soalnya keponakan sy pernah dpt perlakuan spt itu..dg alasan mengganggu yg lain bahkan membuat tmannya mlakukan hal yg sama 😁

*Jawab*
6⃣ Waduh.. sebaiknya sih guru tidak melakukan ini. Ini bisa membuat anak merasa dipermalukan di kelas yg bs membuat anak jadi merasa rendah diri juga.

Dengan mengikat kaki anak juga blm tentu membuat anak lebih fokus belajar. Justru anak mungkin perhatiannya jd teralihkan pada tali yg mengikat kakinya itu.✅

*Tanya*
7⃣ Pertanyaan dari Fina mami Heidi,
Kegiatan apa yg cocok untuk anak2 yg sangat aktif, dan bijakkah jika memilihkan kegiatan yg menuntut anak u diam/tenang berlawanan dg karakter aktifnya?

*Jawab*
7⃣ Sebaiknya memberikan kegiatan kepada anak sesuai dengan karakteristik anak. Enaknya HS, ortu bs menyesuaikan metode belajar dengan gaya belajar anak. Anak yang aktif bisa difasilitasi untuk lebih banyak melakukan eksplorasi dan eksperimen, sehingga ia bs tetap aktif. Tapi, tetap saja ada kalanya anak perlu duduk tenang ketika sedang membaca dan menulis. Jd anak perlu dilatih juga untuk menyesuaikan diri. Diseimbangkan saja antara memfasilitasi kebutuhan anak dengan mengajarkan anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Bagaimana pun dalam kehidupan di masyarakat yg lebih luas, kita tidak bisa meminta masyarakat yg menyesuaikan diri dengan anak kita, tp anaklah yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar ia bisa bersosialisasi dengan baik.

Untuk anak yg hiperaktif perlu dilatih dl untuk bergerak secara terarah untuk mencapai tujuan yg dimaksud. Anak yg hiperaktif biasanya mengalami kesulitan juga untuk mengarahkan dan memusatkan perhatian. Jadi dia perlu melatih mengarahkan perhatiannya dl. Untuk bisa mengarahkan perhatian pada satu hal, dia perlu untuk diam dan tenang dl. Selanjutnya baru diarahkan perhatian dan gerakannya pada hal yg hendak dipelajari.

*Tanggapan*
Oh gt ya teh, jd kl kegiatan fisik spt renang, memanah, berkuda, karate cocok u anak yg aktif ya teh?

*Jawab*
Cocok atau tidaknya disesuaikan dengan minat anak pada kegiatan anak. Renang dan berkuda melatih keseimbangan anak. Untuk bisa seimbang, anak harus fokus. Memanah juga melatih anak untuk fokus✅

*Closing*
Alhamdulillah.. kita sudah sama2 belajar selama 2 jam ini tentang perilaku hiperaktif pada anak. Kesimpulannya, anak hiperaktif itu tingkat aktivitasnya lebih tinggi dibandingkan anak2 lain yang usia dan jenis kelaminnya sama. Gerakannya tidak terarah dan tidak bertujuan. Kita perlu membedakan mana perilaku yg wajar dan tidak wajar pada setiap tahap perkembangan, seperti pada usia balita masih wajar jika anak aktif bergerak, agresif, impulsif dan tidak fokus. Orangtua bertugas membantu anak agar tumbuh menjadi pribadi yang matang dalam bertindak dan bertutur.

Sekian kulwapp ttg perilaku hiperaktif ini saya akhiri. Maafkan atas segala kekurangan. Semua kekurangan berasal dari kekhilafan saya. Semoga Allah mengampuni.. aamiin

*Wassalamu'alaikum Wr Wb*

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
🔅🔆🔅🔆hsmn🔆🔅🔆🔅
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
👥facebook.com/hsmuslimnusantara
👥FB: HSMuslimNusantara Pusat
📷 instagram: @hsmuslimnusantara
🐤 twitter: @hs_muslim_n
🌐 web:
hsmuslimnusantara.org

❤🌿💛🌷💚🌿💜🌷💙🌿

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan jika ada yang mau berkomentar