Selasa, 07 Maret 2017

AYAH SMART MENCARI NAFKAH

🎯🎯 *Resume Kulwap HEbAT Community* 🎯🎯

Live from Grup Kader Nasional

🏵Hari, tanggal : Senin, 6 Maret 2017
🕰 pukul : 19:30 - 21:00 WIB
👳🏻Narasumber : Ust. Adriano Rusfi
🎙Host : Bunda Noni
📲 Tim Kompilasi : Bunda Deasy, Bunda Yuli, Bunda Siwi dkk
🔊Relayer : Admin Kota
💻Notulis : Bunda Dinda

📸📸 *Materi* 📸📸

*AYAH SMART MENCARI NAFKAH*
by Ustadz Adriano Rusfi

Banyak diantara kita yang berkata

_"Aku mencari nafkah demi keluarga dan anak-anakku"_.

Tapi anehnya justru gara-gara mencari nafkah yang pertama kali kita korbankan adalah keluarga dan anak-anak kita.

Kesibukan dalam mencari nafkah telah membuat kita tak punya kesempatan dalam mendidik anak-anak kita sendiri. Akibatnya terpaksa pendidikan mereka kita serahkan ke sekolah. Sehingga lahirlah generasi yang terlambat aqilnya.

Untuk itu, kita perlu smart dalam mencari nafkah, memiliki strategi dan sikap tertentu dalam mencari nafkah, sehingga kita masih memiliki waktu dan energi yang cukup untuk mendidik dan mendewasakan anak-anak kita sendiri.

Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar kita smart dalam mencari nafkah :

Pertama, berusahalah bekerja dengan efisien, agar waktu yang kita miliki cukup banyak untuk keluarga dan mendidik anak-anak kita sendiri.

Kedua, jauhilah berburu kenyamanan, kemapanan, kekuatan finansial dan karir ketika anak-anak kita masih kecil dan lebih membutuhkan waktu, perhatian dan pendidikan kita. Percayalah, waktu terbaik untuk berburu kemapanan adalah ketika umur kita telah memasuki usia 40 atau 50 tahun, ketika anak-anak kita sudah mulai besar, Mandiri dan akil baligh.

Jangan terjebak ada anggapan "Mumpung masih muda", padahal justru masa tua itulah Masa terbaik dalam kehidupan kita, karena akhir itu lebih baik daripada permulaan.

Ketiga, Pilihlah ikhtiar mencari nafkah yang membuat kita lebih memiliki kemerdekaan waktu dan finansial, sehingga kita mampu mengelola waktu waktu tersebut untuk kepentingan keluarga kita.

Di antara ikhtiar yang terbaik adalah wirausaha, bekerja part-time, project-based income dsb. Bagi yang percaya pada rezeki dari Allah, mereka tidak akan takut untuk melakukan pekerjaan pekerjaan outsourcing dan sebagainya.

Bagi kita yang lebih memfokuskan diri dan waktu untuk mendidik anak-anaknya di waktu kecil, justru anak-anaknya akan menjadi lebih cepat Mandiri dan tidak akan menjadi beban ekonomi dan finansial berkepanjangan.

Jangan lupa, habis-habisan dalam mencari nafkah mungkin akan membuat kita memiliki kemapanan finansial di dunia. Namun mendidik anak sholeh justru akan membuat kita memiliki kemapanan hidup di akhirat kelak.

📹📹 *Profil SME* 📹📹

🎓 Profil

👤 Nama : Adriano Rusfi
🔹Tempat & Tanggal Lahir: Bukit tinggi, 4 Maret 1964
🔹Pendidikan Terakhir: Psikologi, UI
🔹Domisili: Yogyakarta
🔹Ayah dari 4 orang anak
🔹SME Utama HEbAT Community

🔻Aktivitas Beliau antara lain :
* 1989 – 1992  Pimpinan Umum Majalah Wanita UMMI
* 1994 – 1995  Ka. Div Program P3UK
* 1995 – 1998  Direktur Program Sinergi Indonesia
* 1998 – 2002  Direktur Program INVENTRA
* 2002 – 2004   Direktur Utama PT. Sajadah Edutama Indonesia
* 2005 – 2007   Learning Manager PT. NSI Edukomunikasi
* 1995 – skrng  Konsultan SDM & Pendidikan independen
* 2000 - sekarang Konsultan Senior @PPSDM Consultant
* Anggota Dewan Pakar Masjid Salman ITB

🔊 *Sesi Tanya Jawab* 🔊

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

🎙 *Host*

Wa'alaikumsalam wr wb...
Alhamdulillah... Barrakallah... Ustad Aad sudah hadir bersama ayah bunda semua... Untuk membersamai kita semua dalam membangun peradaban...

Apa kabar Ustad Aad...

Semoga Allah selalu melimpahi kebarokahan, kesehatan, kebahagian bersama keluarga besar semua...

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Alhamdulillah, baik.

Aamiin..

🎙 *Host*

Ustad mohon nasihat pembukanya untuk kami semua di sini...

Khususnya para ayah pejuang pencari nafkah.

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ayah Bunda sekalian yang dirahmati Allah. semoga dalam kehidupan ini kita lebih mengutamakan kebahagiaan hidup akhirat kita daripada kehidupan di dunia ini.

Oleh karena itu segala hal yang membuat akhirat kita menjadi baik harus kita utamakan,  termasuk di antara nya dalam mendidik anak-anak kita agar menjadi anak yang sholeh yang mendoakan orang tuanya.

🎙 *Host*

Masya Allah... Matur nuwun Ustadz nasihatnya...

Kami mendengar bahwa keutamaan adalah kebahagian akhirat...

Namun mengapa diri ini masih banyak mengabaikan hal2 penting...

Maka apa yang menghalangi kami ustadz sehingga masih mengabaikan hal2 penting tersebut...

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Salah satu penghalang nya adalah karena kenikmatan dunia bisa kita rasakan saat ini juga. Sedangkan kenikmatan akhirat belum bisa kita rasakan saat ini juga. Sedangkan manusia cenderung bersifat tergesa-gesa.

🎙 *Host*

Baik ustadz Aad... Ini akan kami jadikan pegangan untuk tidak tergesa2 akan makna kenikmatan..

Selanjutnya sudah ada 30an pertanyaan yang masuk dari seluruh group HEbAT se indonesia...

Kita langsung mulai masuk pertanyaan yang sudah di kompilasi yaa Ustadz Aad.

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Silakan

🎙 *Host*

*Peran Ayah*

1⃣ *Bunda Ida Nayu-Sidoarjo*

Ketika bayi, anak akan menganggap ibu adalah dunianya. Nah, diusia berapakah peran bapak menjadi urgent buat anak?

*2⃣ Bunda Maharani - Depok*

Assalamu'alaykum
1. Apakah ada dalil Syari'at yg menyatakan bahwa Ayah pencari nafkah, Ibu yg mengurus anak-anak dan rumah tangga, Bagaimana Islam memandangnya?
Jazakallahu khoiroon

3⃣ *Bunda Raras - Surabaya*

Bagaimana jika menghadirkan sosok ayah pd anak yatim? Sedangkan saudara laki2 kami tinggal nya jauh dan jarang ketemu.

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

1⃣ *Bunda Ida Nayu dari Sidoarjo,* pada dasarnya urgensi kehadiran ayah pada seorang anak telah ada sejak anak masih dalam rahim bundanya. Seorang ayah harus mampu menjaga emosi istrinya saat istrinya hamil, karena emosi istri yang bergejolak saat hamil akan berpengaruh terhadap emosi anak Nantinya. Anak-anak tantrum, misalnya, dalam banyak kasus adalah anak yang lahir dari ibu yang emosinya tidak stabil saat hamil.

Begitu juga saat anak lahir. Pada saat itu seorang ayah diminta untuk mengazankan nya. Jadi suara ayahnya lah yang pertama kali dia dengar di dunia ini. Jika suara Ayah ini dia dengar untuk pertama kalinya, Maka insya Allah dia akan menjadi anak yang patuh pada ayahnya, karena dalam Islam berlaku prinsip "kami dengar dan kami taat". Jadi ketaatan itu ada kaitan nya dengan pendengaran.

Dan peran-peran ayah tersebut tidak akan berhenti sepanjang perjalanan hidup dan pendidikan anak. Saat anak belum berusia 7 tahun, maka dia membutuhkan pendidikan ego dan individuasi. Itupun membutuhkan Peran ayah.

2⃣ *Bunda Maharani dari Depok,* terdapat sejumlah dalil baik dalam Al Quran maupun hadis tentang Peran ayah maupun Bunda dalam rumah tangga. Dalam surah Annisa ayat yang ke 34, misalnya, itu digambarkan salah satu peran laki-laki adalah menafkahi keluarganya.

Dalam sebuah hadis juga diceritakan bahwa seorang istri adalah pemimpin dan pemelihara rumah tangga serta harta suaminya.

Dalil tentang kedua hal itu cukup banyak.

3⃣ *Bunda Raras dari Surabaya,* oleh karena itu ajaran Islam sangat mendorong kepada seorang perempuan yang ditinggal oleh suaminya sehingga anak-anaknya menjadi yatim, dia sangat disarankan untuk menikah lagi, karena bagaimanapun anak-anak itu tetap membutuhkan sosok laki-laki yang akan menjadi pengganti ayahnya.

Itulah hikmahnya Kenapa Islam sangat menganjurkan untuk menikahi janda janda. Karena bagaimanapun anak dari janda janda tersebut sangat membutuhkan sosok laki-laki yang akan menggantikan ayahnya.

Namun, jika ayah pengganti memang belum didapatkan oleh anak-anak yatim tersebut, maka fungsi ayah dalam keluarga tersebut bisa diisi oleh anak laki-laki di antara mereka, oleh pamannya dan seterusnya.  ✅

🎙 *Host*

Barrakallah ustadz Aad atas jawaban pertama... Selanjutnya...

Tapi ustadz punten🙏� soal pertanyaan yang ke 3 ... Terkadang bagi seorang perempuan ketika sudah di tinggal "cerai" baik cerai mati atau hidup terkadang sulit dan menolak untuk menikah kembali... Apakah pilihan ini dibenarkan...

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Mungkin seseorang tak ingin menikah kembali karena cinta yang dibawa mati atau karena trauma terhadap pernikahan itu sendiri. Tapi Mari kita pikirkan pendidikan dan masa depan anak-anak kita. Kepentingan mereka lebih harus kita prioritaskan daripada kepentingan dan ego kita sendiri.

Bagaimanapun mereka membutuhkan sosok ayah, minimal Ayah pengganti dari ayah kandung mereka. Penelitian yang kami lakukan di BNN menunjukkan bahwa remaja yang kurang dekat dengan ayahnya 7 Kali lebih mudah terkena narkoba dari pada remaja yang dekat dengan ayahnya.

Ini Bukan soall kemandirian hidup, tapi ini soal kebutuhan seorang anak atas sosok ayah dan sosok Bunda dalam pendidikan dan perjalanan hidupnya.

🎙 *Host*

Selanjutnya ustadz...

*4⃣ Bunda Ani Ch - Sidoarjo*

Assalamualaikum,

Katanya komunikasi antara ayah dan anak yang penting 'kualitas' bukan kuantitas.. Meskipun sedikit waktu untuk anak, asal berkualitas tidak apa. Apakah hal ini benar? Jika tidak seharusnya bagaimana. Jika ya, apa saja ukuran/definisi/ciri-ciri 'komunikasi berkualitas' antara ayah dan anak? Terima kasih.

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

4⃣ *Bunda Ani dari Sidoarjo,* pada dasarnya dalam komunikasi baik kualitas maupun kuantitas sama-sama pentingnya. Misalnya kita berkomunikasi secara berkualitas dengan anak kita yang masih balita, tetapi secara kuantitas sangat jarang, maka percayalah anak kita akan mengalami kelambatan bicara.

Tentunya dalam hal ini komunikasi ayah lebih ditekankan pada aspek kualitas daripada kuantitas, sedangkan aspek kuantitas lebih dibebankan kepada Bunda.

Itu sesuai dengan fitrah masing-masing, karena memang Ayah lebih irit bicara sedangkan Bunda lebih rajin bicara.

Ciri-ciri komunikasi yang berkualitas adalah komunikasi yang sarat dengan unsur-unsur pendidikan, memecahkan masalah anak, memenuhi kebutuhan anak, dan menggunakan pendekatan pendekatan komunikasi yang tepat : bahasa yang baik, susunan kata yang runtut, pilihan kata yang beradab, dan intonasi yang tepat. Tentunya disesuaikan dengan perkembangan anak ✅

🎙 *Host*

*Indikator Komunikasi Berkualitas*

5⃣ *Ayah Indra - Palopo Sulsel*

Assalamualaikum Ustadz, mau bertanya.
Apakah kualitas mendidik anak untuk para Ayah harus dengan waktu yang banyak? Jazakallah.

6⃣ *Erina - Bengkulu*

Suami saya kerjanya dari subuh - magrib dan kadang isya baru sampai dirumah..pulang2 sudah capek.kebersamaan dg anak hanya lebih kurang 2 jam.itupun kurang dimanfaatkan dg maximal oleh suami, beliau msh blm ngeh dg dunia parenting.bgaimna cara meningkatkan hub yg erat antara ayah dg anak ,terutama utk anak laki2 yg butuh figur ayah. mksh.

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

5⃣ Ayah Indra dari Palopo, semakin kecil anak kita mereka memang membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk bersama ayah bundanya. Mereka Butuh ditemani, butuh sahabat bermain dan sebagainya. Tentunya intensitas waktu antara Ayah dengan anak tak sama dengan intensitas waktu antara Bunda dengan anak. Tapi kita tak dapat mengingkari kebutuhan anak dengan ayahnya.

6⃣ Bunda Erina dari Bengkulu, lemahnya kesadaran seorang ayah dalam pendidikan anak-anaknya lebih banyak disebabkan karena ketidaktahuan mereka tentang Peran ayah dalam pendidikan anak-anak mereka.

Oleh karena itu saya sangat menyarankan agar suami dibelikan buku tentang perenting, khususnya tentang Peran ayah. Setelah itu suami tolong didorong-dorong untuk mengikuti seminar seminar parenting.

Dalam sejumlah seminar penting yang saya lakukan, khususnya tentang pendidikan aqil baligh, setelah seorang ayah mengetahui peran dan tanggung jawabnya di dunia dan akhirat, toh pada akhirnya mereka cukup Intens dalam mendidik anak-anaknya. Sehingga di beberapa daerah saat ini telah berdiri majelis Lukmanul Hakim, tempat ayah belajar tentang pendidikan anak dengan antusias.

Suami juga harus diingatkan untuk tidak terlalu menghabiskan waktu dalam mencari nafkah. Keletihan mencari nafkah akibatnya membuat mereka tidak lagi memiliki energi dan waktu bagi pendidikan anak-anaknya.

Saat anak-anak kita masih kecil dan butuh pendidikan dari ayah dan bundanya, cukuplah mencari nafkah itu sekadarnya saja. Yang penting hak-hak primer dan sekunder dari keluarga terpenuhi. Disitulah pentingnya prinsip smart dalam mencari nafkah ✅

🎙 *Host*

Ustadz Aad... Untuk pertanyaan selanjutnya ini... mengingat yang lain banyak pertanyaan yang senada... Jadi team kulwap nasional telah membuat dan mengumpulkan kompilasi pertanyaan senada... agar Ustadz tidak perlu menjawab satu persatu...
Mohon di jawab sekaligus saja🙏�🙏�🙏�

😊😊😊

*Ayah sebagai Pendidik*

7⃣ *Bunda Nauli - Bogor*

Assalamu'alaikum.. ustadz mau tanya, bagaimana seharusnya sosok ayah sebagai pendidik dalam keluarga? Pada realitanya ada juga yg tidak biasa, belum bisa mendidik padahal fungsi ayah dalam keluarga sebagai qowwam penting sekali.

8⃣ *Bunda Lena - Depok*

1. Suami saya pulang malam terus pulang kerjanya bagaimana agar suami saya quality time bersama anak terjalin, 2 anak saya memang sangat dekat sekali dgn ayahnya, bagaimana proses pendidikan sebaiknya ketika pulang kantor malam terus, tapi kalau pagi alhamdulillaah msh bs anter anak sekolah serta main sm anak walau sebentar, namun saya merasa masih kurang dlm proses pendidikan pd anak  mohon pencerahan serta masukan nya. jazzakillahu khoiron

9⃣ *Ayah Indra - Palopo Sulsel*

Assalamualaikum Ustadz, mau bertanya.
Apakah kualitas mendidik anak untuk para Ayah harus dengan waktu yang banyak? Bisakah kehadiran Ayah bisa digantikan dengan menghadirkan dalam cerita atau imaji positif tentang Ayah oleh Bundanya anak-anak? Jazakallah.

🔟  *Gustyana indra - Bandung*

Saat ini sy bkerja di jkrta dan kluarga di bandung namun sy plg seminggu skali untuk mendidik anak dan isteri, apakah sy ayah yg krg baik krn sy tidak memiliki cukup waktu untuk kluarga dan bagaimna caranys untuk lbih bnyk waktu luang?

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Ayah Bunda sekalian, pada dasarnya yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak secara harian adalah bundanya. Wajar jika ayah memiliki waktu yang terbatas dalam mendidik anak-anaknya.

Oleh karena itu mereka harus memanfaatkan waktu yang terbatas tersebut Untuk membimbing istri bagaimana caranya mendidik anak-anak. Lalu memanfaatkan segala media yang ada untuk mengefektifkan waktu yang terbatas tersebut.

Tapi jangan sampai Keterbatasan waktu yang kita miliki lebih karena disebabkan oleh keserakahan kita untuk mencari harta dan penghidupan sebanyak-banyaknya, walaupun itu dengan alasan demi keluarga.

Kita seringkali dijebak oleh asumsi "Mumpung masih muda", sehingga waktu muda kita begitu kita kuras untuk memburu kehidupan dunia.

Kita begitu inginnya segera punya rumah, segera punya mobil, segera punya ini itu. tentunya dengan alasan untuk kebahagiaan istri dan anak-anak kita. Padahal di sisi lain justru pendidikan mereka terlantar.

Percayalah, anak-anak kita lebih membutuhkan pendidikan daripada harta. Justru keterbatasan ekonomi akan menyebabkan anak-anak kita berjuang dalam hidup dan itu bagus bagi perkembangan jiwa, kemandirian, dan daya juangnya.

Istilah tidak biasa mendidik anak itu sebenarnya janggal, karena mendidik anak itu sebenarnya sesuatu yang bersifat naluriah. Ketika kita memiliki anak pada dasarnya Allah juga membekali kepada kita tentang prinsip, strategi. dan kiat-kiat mendidik anak. Jadi istilahnya bukan tidak bisa, tapi tidak biasa. Nah soal biasa itu akan terbentuk dengan melakukannya secara berulang-ulang. Percayalah Allah akan membimbing kita dalam mendidik anak-anak kita, kalau kita memang mau dan serius untuk mendidik anak-anak kita.

Soal jarang pulang dengan alasan mencari nafkah atau menuntut ilmu, sayapun Dari dulu hingga sekarang juga begitu begitu. Juga kalau kita lihat Nabi Ibrahim, Imam Syafi'i dan sebagainya.

Namun, sekali lagi, jangan sampai hal itu lebih disebabkan oleh hasrat yang berlebihan untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi.

Kita juga jangan lupa akan perintah Allah untuk menempatkan istri dan keluarga kita di tempat kita bertempat tinggal. Jadi seharusnya perlu kita hindari kita bekerja dan tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal istri dan anak-anak kita.

Allah berfirman :

"wa askinu hunna Min haitsu sakantum".

Yang artinya

"Dan tempatkanlah istrimu di mana engkau bertempat tinggal" ✅

🎙 *Host*

*Mengelola Emosi Orangtua dan Anak*

1⃣1⃣ *Bunda Elin - Depok*

Jika ayah bekerja dan melakukan aktivitas dakwah hingga larut malam... Hanya bertemu saat pagi ketika mereka mau berangkat sekolah... Kemudian di pagi hari banyak hal yg memancing emosi meninggi.. Krn anak anak sulit dibangunkan... (Anak kesulitan bangun subuh), dan yg lainnya tidur lagi krn setelah subuh udara masih sangat dingin... Walhasil hubungan ayah dan anak anak kurang terasa nikmat... Bagaimana mengurai masalah ini? Mohon pencerahannya.

1⃣2⃣ *Bunda Muthi - Bandung 2*

1. Izin bertanya, seringkali ayah sudah lelah karena mencari nafkah sehingga kurang sabar dalam menghadapi anak. Baiknya bagaimana ya?

1⃣3⃣ *Bunda Nur - Medan*

Assalamualaikum...
Anak kami 21 bulan jika melihat ayahnya mau pergi kerja itu nangis histeris. Jadi kami sering nya mengelabui anak. Anak dibawa menjauh dulu dari ayahnya waktu ayahnya mau pergi sehingga ayah jadi tak berpamitan sama anak.
Apa kah ada pengaruh psikologis ke anak kelak?
Kadang merasa bersalah karna sudah mengelabui :(

1⃣4⃣ *Bunda Iis - Bandung*

Assalamu'alaykum.. Bun izin bertanya: saya punya metode untuk mendidik anak saya, yakni anak2 dibuat takut, segan, terhadap ayahnya. Kalo terhadap ibu kan identik dengan gak tegaan, manja, makanya salah satu dari kqmi sbg orangtua harus ada yang disegani, tujuannya agar anak2 menjadi penurut & tentu mudah diarahkan. Nah metode seperti ini baik tidak? Jzk...

👳🏽‍♀ *Ust Aad*

Bagi saya adalah hal yang sangat mengherankan bahwa waktu, Tenaga, pikiran, kreativitas para Ayah lebih ditujukan kepada orang lain daripada kepada keluarganya.

Mereka berdakwah untuk orang lain, padahal keluarganya lebih patut untuk dia dakwahi. Pada akhirnya yang tersisa untuk anak-anak nya tinggal kelelahan, keletihan, kehabisan waktu dan emosi.

Padahal seharusnya yang emosi terhadap anak-anak adalah Bundanya, karena mereka telah letih setiap hari mengurus anak. Seharusnya emosi seorang ayah jauh lebih terkendali, sehingga dia yang lebih diharapkan untuk mengatasi masalah anak-anaknya. Bukankah seorang ayah lebih rasional dan seorang bunda lebih emosional ?

Percayalah, Andai Habis Waktu kita untuk mendidik anak-anak kita, sehingga tak ada waktu lagi untuk berdakwah kepada orang lain, maka itu jauh lebih baik bagi masa depan peradaban umat ini. Sekali lagi, seandainya.

Begitu pula dengan seorang anak yang menangis histeris ketika ayahnya berangkat kerja. Pada dasarnya tangisan seorang anak itu terjadi karena anak belum cukup puas bersama ayahnya. Kebutuhannya untuk dekat dengan ayahnya masih tergolong tanggung.

Anak yang tak dekat dengan ayahnya, atau anak yang telah cukup diberikan kebutuhan emosi oleh ayahnya, kedua-duanya tidak akan menangis saat ayahnya berangkat kerja.

Jadi, yang dibutuhkan sebenarnya adalah bukan menjauhkan anak dari ayahnya saat anak saat ayahnya berangkat kerja. tetapi mencukupkan kebutuhan emosi anak bersama ayahnya.

Anak jangan sampai dibuat takut kepada ayahnya. Yang anak butuhkan adalah rasa hormat terhadap ayahnya. Jika rasa hormat itu telah terbentuk, maka ia akan mentaati perintah ayahnya dan meninggalkan larangan ayahnya, tanpa harus punya perasaan takut.

Dan rasa hormat tersebut justru lahir karena ketegasan seorang ayah, kemampuan seorang ayah untuk memenuhi kebutuhan emosional anak-anaknya. ✅

🎙 *Host*

Masih ada waktu buat 1 kompilasi terakhir yaa... Ustadz...

Dan apakah pertanyaan tersisa masih dijawab melalui jaringan pribadi ustadz Aad...

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Silakan

🎙 *Host*

*Strategi Smart Mencari Nafkah*

1⃣5⃣ *Ayah Lukman - Semarang*
Assalaamualaikum.. Bang Aad, terima kasih sebelumnya dan sebanyak2nya utk kesempatannya.. saya kebetulan saat ini berprofesi sebagai pegawai negeri.. Memang dari fleksibilitas waktu ngga seperti usahawan.. Jam kerja saya senin - jumat dari jam 07.30 - 17.00 plus ditambah perjalanan pulang pergi kurang lebih sejam.. Saat ini waktu utk anak saya hanya malam hari dan sabtu minggu saja, walau masih kepotong utk pengajian, seminar, workshop, dll.. Anak pun selalu saya bawa berkegiatan tersebut.. Namun seringkali anak saya protes ayahnya ngga punya waktu, padahal menurut saya itu udh maksimal yg bisa saya berikan.. Saya punya keinginan utk resign kemudian wirausaha, namun dari hasil Talent Mapping saya, selling memiliki warna hitam alias tidak berbakat dan saya tidak merasa mampu.. Rasa malu untuk menawarkan dagangan tuh rasanya besar sekali.. Sudah saya coba selama setahun ini membantu menjualkan dagangan istri namun rasa malu itu masih sebesar dulu.. Dengan keadaan seperti itu:

1. Apa saya harus tetap memupuk keinginan utk resign?

2. Apakah ada cara smart mencari nafkah utk pegawai negeri?

3. Saya punya keinginan untuk membesarkan usaha istri dan bersama anak saya dan istri menjadikan ini sebagai usaha keluarga, namun posisi pekerjaan saya saat ini yg berpindah2 tiap 4-5 tahun sekali agak menyulitkan utk menentukan tempat fix usaha kami.. Sementara kalau mau resign langsung (supaya bisa menetap di suatu tempat) saya blm punya pegangan (uang) bahkan utk ngontrak rumah atau toko..

Menurut bang Aad apa yang bisa dilakukan?

1⃣6⃣ *bunda Aisyah - Bandung 2*

Materinya membuat ketar ketir, sebagai ayah dan jg ibu buat anak2 kadang sy khawatir dgn rezeki dan masa depn anak2 sehingga sy all out mencari rezeki. Buka warung, menjahit, menulis dan menjadi Marketing Hurriyah Property Syariah. Semua dikerjakn di rumah. Bagaimana ini, Apakah sy salah? 😓

1⃣7⃣ *NN - Aceh*
Assalamu'alaikum ustaz,
Bagaimana jika kondisi ayah yg dituntut utk lebih banyak melayani masyarakat.. manakah yang harus diprioritaskan? Mengingat keduanya amanah?

1⃣8⃣ *bunda Safira - Aceh*
Assalamu'alaikum. Gimana siasahnya mencari nafkah di luar kota, tanpa perlu melalaikan hak anak akan kasih sayang dan  perhatian si ayah....

1⃣9⃣ *Ayah Andri - Medan*
Bagaimana solusi dari kesulitan yang dihadapi yaitu membagi waktu kerjaan dan membersamai anak anak, yang terkadang anak anak hanya mendapat waktu lelahnya saja dan juga membagi pikiran yang seringnya ketika membersamai anak dan keluarga belum dapat membagi pikiran kerjaan, pikiran masalah, dan bermain bersama anak, terkadang bercampur baur, yang efeknya tingkah anak menjadi pemicu dari emosi yang labil karena pikirant pikiran tadi dan itu bukan hanya membersamai anak tetapi juga dengan pasangan.

2⃣0⃣ *Ayah Djainul - Surabaya*

Anak full homeschooling, istri full day di rumah
Saya bekerja 8 jam waktunya ada di pabrik ,

1. Bagaimana agar bisa optimal buat anak di rumah?
Saat ini yang saya lakukan, membersamai mereka saat di rumah, hari libur, menyiapkan agenda kegiatan dan review, tapi masih khawatir dak bisa mengejar kebutuhan pendidikan mereka, belum bisa rileks

2. Apa kiat memberanikan diri memulai bisnis di rumah, dan meninggalkan kenyamanan di kantor. Masih khawatir anak dan istri susah setelah lama menerima kenyamanan dari hasil kerja

2⃣1⃣ *Ayah Ari Setiawan - Surabaya*

ada tidak titik dimana kita harus sampai memutuskan memilih antara pekerjaan atau keluarga 🙏

Alhamdulillah.... Barrakallah... Karna waktu sudah menunjukkan pukult 21:43..
Sudah lewat dari jadwal yang di tetapkan...
Pertanyaan no.22-30 akan di japri melalui team kulwap...

Mohon... Ustad, sebagai pesan penutup...
Bolehkah ustad memberikan nasehat bagi para istri utk ikhlas dan sabar menerima keadaan jika suatu waktu Allah mentakdirkan para suami memilih jalan Smart Mencari Nafkah dg "meninggalkan" kenyamanan dan kemapanan yg selama ini sudah diterima 😊🙏🏽

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Ayah Bunda sekalian, sekali lagi, Peran ayah dalam pendidikan anak lebih kepada penanggung jawab utama pendidikan, bukan pada pelaksana harian pendidikan. Karena itu adalah tugas Bunda

Jadi, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan di luar sana, Apakah itu kegiatan sosial, dakwah, kemanusiaan, kebangsaan. Karena pada dasarnya peran laki-laki itu memang sangat luas.

Jadi,  pertanyaan bagi seorang ayah adalah "Apakah tanggung jawab mendidik anak sudah dia tunaikan ?",  bukan "Apakah tugas mendidik anak telah Ia laksanakan ?"

Maka tidak ada masalah bahwa seorang ayah banyak waktunya yang dihabiskan di luar rumah, bahkan beberapa hari sekalipun, sebagaimana yang selama ini saya pun lakukan sejak menikah hingga sekarang.

Yang patut kita permasalahkan adalah jika hal ini lebih disebabkan karena hasrat berburu materi yang berlebihan.

Seharusnya kita tidak perlu ketar-ketir terhadap masa depan ekonomi anak-anak kita. Kalau kita fokus saat ini untuk mendidik anak-anak kita yang masih kecil, justru mereka akan lebih cepat Mandiri dan tidak menjadi beban ekonomi kita berlarut-larut.

Begitu pula jika anak-anak kita kita didik untuk hidup prihatin, berdaya juang, bersabar, maka Insya Allah ekonomi kita yang sekadarnya ini memang cukup untuk menghidupi mereka

Seandainya kita mampu dan fokus untuk mendidik mereka saat mereka masih kecil, justru tidak lama lagi kita akan punya waktu begitu banyak untuk melakukan aktualisasi diri.

Tentang memulai bisnis, pada dasarnya Rasulullah telah mengingatkan kita bahwa 90% dari rezeki Allah itu Allah turunkan melalui bisnis. Maka siapapun yang berikhtiar untuk berbisnis pada dasarnya akan Allah cukupkan. Memang dalam bisnis itu ada ketidakpastian ada gonjang-ganjing, tapi Pertolongan Allah di dalamnya juga luar biasa.

Pada dasarnya antara pekerjaan dengan keluarga itu bukanlah pilihan, sehingga tidak perlu kita harus mengambil keputusan apakah memilih keluarga atau memilih bekerja

Kalau kita memilih bekerja, pertanyaannya adalah "bekerja untuk apa ? bekerja untuk siapa ?". Lagipula orang-orang yang bekerja tidak untuk keluarga maka rezekinya pun sangat terbatas.

Makanya tak mengherankan jika para lajang biasanya rezekinya pas-pasan. Trus terang pada dasarnya rezeki kita itu menjadi besar karena Allah titip rezeki istri kita, rezeki anak kita, rezeki orang tua kita, dan rezeki orang lain

Saya beberapa kali menyaksikan saat seorang laki-laki bercerai dengan istrinya, maka tiba-tiba rezekinya dan kondisi ekonominya jauh merosot. Itu wajar karena boleh jadi rejeki istrinya yang selama ini Ia jemput lebih besar daripada rezekinya sendiri ✅

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Ayah Bunda sekalian, saat ini di luar sana tugas dan pekerjaan saya begitu banyak dan padat, dari sebuah kota ke kota lain, dari sebuah training ke training lain, dari sebuah desain-desain lain.

Hal itu saat ini dapat saya lakukan karena urusan keluarga dan anak-anak saya telah saya selesai kan sebelumnya, sehingga pada saat saya berusia 40 tahun saya sudah tidak dibebani oleh persoalan-persoalan domestik atau permasalahan-permasalahan kelakuan yang dibuat oleh anak-anak.

Dan saya dapat lebih fokus untuk persoalan-persoalan keumatan, kebangsaan, kemanusiaan dan sebagainya. Saya juga tidak terbebani dengan beban mencari nafkah yang sangat besar, karena saya mencoba untuk mendidik keluarga agar berdaya Juang, agar terbiasa menghadapi fluktuasi ekonomi, dan sebagainya

Bahkan dalam beberapa hal kenyamanan dan kemapanan ekonomi saat anak-anak kita masih kecil itu justru membahayakan kekuatan mental mereka. Kita tidak siap mendidik mereka dalam sebuah kawah Candradimuka kehidupan, karena kita sendiri Memang telah terlanjur mapan. ✅

🎙 *Host*

🙏�🙏�🙏�🙏� Masya Allah... Sekali lagi barrakallah... Ahamdulillah... jazakumullah khairan ustad Aad... Atas semua ilmu dan waktu nya yang telah membersamai kami para orangtua pembelajar untuk peradaban yang lebih baik

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

W iyyakum. Semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada kesalahan.

🎙 *Host*

Silahkan ustad jika ingin beristirahat malam kami persilahkan untuk undur diri dari ruang kulwap...

Kami tak bosan menanti ilmu baru...

In sya Allah bermanfaat untuk kami semua...

👳🏽‍♀ *Ust. Aad*

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

🎙 *Host*

Dan terakhir ayah bunda semua kami crew yang bertugas hari ini mohon pamit juga undur diri dari ruang kulwap...
Jika ada kesalahan kata dan laku mohon di maafkan dan di ikhlaskan...
Wassalam...
See u on kulwap selanjutnya...
😊😊😊😘😘😘

Wa'alaikumsalam wr wb... Ustad Aad...

=========########=========
💐💐💐🦋🦋🦋💐💐💐

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan jika ada yang mau berkomentar