*Ibuku Inspirasiku*
☪ Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc
Menteri Pariwisata Republik Indonesia ☪
Terima kasih, Merry Riana. Saya dimasukkan dalam daftar orang yang memiliki kisah kehidupan yang luar biasa. Bahkan dinilai telah berhasil melampaui batas kemampuan saya. Dari Impossible menjadi I’m Possible. Sebuah kehormatan yang luar biasa buat saya. Sekali lagi terima kasih.
Tentu, tidak elok jika saya menuturkan kisah-kisah “luar biasa” itu di sini. Biarlah orang lain yang lebih jernih melihat, lebih fair memandang dan lebih objektif menilai saya. Tetapi, sebagai inspirasi, buat khalayak ramai, saya ingin bercerita: Mengapa saya bisa melakukannya?
Menjawab pertanyaan “why” itu jauh lebih bermakna, lebih merasuk ke dalam dan lebih menginspirasi anak-anak muda sekarang. Jawaban pendeknya: Saya mencintai dan memuliakan Ibu saya sepenuh hati. Ibu adalah segala-galanya buat saya.
Nah, di sinilah, inti sari pelajaran berharga itu. Inilah rahasia saya, rasa cinta pada Ibu sangatlah personal dan saya meyakini ketika sesuatu itu sangat personal, maka ia akan sangat general. “The most personal, the most general.”
Artinya, pengalaman personal mirip saya dengan Ibu ini juga pasti dialami oleh orang-orang lain. Dengan begitu saya berharap pengalaman-pengalaman yang saya tuliskan ini bisa semakin kuat menginspirasi dan pembelajaran bagi banyak orang.
Ibu adalah segala-galanya bagi saya. Ibu adalah inspirasi terbesar dalam hidup saya. Ibu saya lah orang yang paling berjasa dalam hidup saya, yang berjuang untuk kami anak-anaknya tanpa pamrih. Kasih Ibu mengalir begitu deras, layaknya air terjun, tanpa mengenal berhenti.
Tak ada peristiwa besar dalam hidup saya tanpa restu dari Ibu. Mau sekolah, mau ujian masuk perguruan tinggi, mau tes masuk ke perusahaan, mau kerja, saya selalu minta doa dan restu ke Ibu. Itu sebabnya begitu Ibu meninggal, saya kehilangan pegangan, karena sudah tak ada lagi yang mendoakan.
Kadang-kadang saya berpikir, hidup saya kok gampang. Alhamdulillah, sering sekali saya bisa lepas dari beragam masalah demikian mudah. Saya meyakini itu semua karena doa Ibu. Kalau bukan karena doa Ibu tidak mungkin bisa semudah itu. Ibu seringkali, bahkan mungkin sepanjang hidupnya, selalu sholat malam atau sholat Dhuha untuk mendoakan anaknya.
Saya percaya, ridho Ilahi adalah ridho Ibu. Murka Ilahi adalah murka Ibu. Itu dijamin oleh Tuhan.
Saya teringat masa kecil, setiap kali Ibu datang ke perkawinan, makanannya tidak pernah ia makan. Makanan dibungkus dan dibawa pulang untuk anak-anaknya. Dulu telur dan paha ayam adalah barang mewah, hanya sesekali kami menikmatinya. Kalau Ibu memasak telur maka telur itu dipotong sama rata untuk anak-anaknya. Kalau memasak ayam, maka ayam itu disuwir-suwir rata untuk seluruh anak-anaknya.
Ibu kalau sedang kesusahan tak pernah mau cerita ke anak-anaknya. Hutang berapapun ia lakukan demi kami anak-anaknya. Ia sering menggadaikan barang tanpa pernah kami tahu sedikitpun. Itulah ketulusan Ibu.
Karena peristiwa-peristiwa kecil itu, setiap kali menonton film tentang Ibu, tanpa bisa dikendalikan, pasti air mata saya meleleh. Sekejap kemudian wajah Ibu pun hadir.
Kalau pulang kampung ke Banyuwangi, setiap hari saya ke kuburan Ibu. Kalau saya pulang ke Banyuwangi 7 hari, maka 7 hari pula saya ziarah. Minimal pagi setelah sholat Subuh dan sore hari. Setiap kali menyentuh kuburan Ibu saya merasakan kedekatan dengannya. Mungkin di situ saya curhat ke Ibu: ingin menceritakan kebahagiaan, kegalauan, berdoa, berdialog tanpa kata-kata. Bisa sejam saya duduk bersimpuh di makam Ibu.
Dalam buku Great Spirit, Grand Strategy (2013) saya secara khusus menulis mengenai “spirit of Ihsan”. Di situ saya ilustrasikan karakter Ihsan dengan sifat-sifat mulia dari seorang ibu.
Mengapa ibu kita mencintai kita dengan tulus ikhlas? Mengapa ibu kita membesarkan kita tanpa pamrih apapun? Mengapa ibu kita mengasuh dan merawat kita dengan penuh kasih, penuh sayang?
Ini juga menginspirasi saya. untuk berpikir mega. Berpikir tanpa pamrih, tanpa harap, semua penuh kasih, sarat cinta. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima. The more you give, The more you get.
Saya kemudian bertanya lagi. Penuh kasih, penuh sayang itu sifat siapa?
Sifat siapakah Ar Rahman (pengasih) dan Ar Rahim (penyayang) itu? Itu tak lain adalah sifat-sifat Tuhan.
Karena itu saya katakan, ibu kita hebat dan mulia karena ia menggunakan sifat Tuhan untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya. Ketika ibu kita menggunakan sifat-sifat Tuhan, maka ia adalah orang yang paling hebat di dunia.
Karena itu saya mengatakan: “ibu adalah malaikatmu.”
Dulu, setiap ditanya nantinya saya mau pensiun di mana? Saya selalu menjawab di Banyuwangi. Namun setelah tahun 2000-an, saat ditanya lagi saya mau pensiun di mana, saya tidak bisa menjawabnya. Kenapa? Karena Ibu sudah tidak ada. Ibu meninggal 4 Februari 1994.
Saya kemudian sadar, ketika saya menjawab akan pensiun di Banyuwangi, itu karena saat itu masih ada figur Ibu. Tapi ketika Ibu tidak ada lagi, saya sulit menjawabnya. Terbukti bahwa orientasi hidup saya adalah ke Ibu. Begitu Ibu tiada saya menjadi seperti kehilangan pijakan. Saya mengalami disorientasi.
Saya tidak pernah bisa menjawab pertanyaan itu sampai akhirnya saya membaca di surat kabar ada salah seorang tokoh perbankan nasional membeli sebuah vila di Bali. Ada seorang wartawan bertanya kepadanya, “Apakah Bapak mau pensiun di Bali?” Jawab si tokoh, “Tidak, saya beli vila hanya untuk berlibur di akhir pekan. Saya akan pensiun di mana anak-anak saya berada.”
Sejak saat itu saya punya jawaban: saya akan pensiun di mana anak-anak saya berada.
Ada cerita lain saat adik saya yang terakhir menikah. Saya bahagia karena ikut menjadi panitia. Tak lama setelah itu Ibu tiada. Saya melihat wajah Ibu yang begitu bahagia karena menyaksikan anak terakhirnya menikah, seolah tugasnya sebagai ibu telah selesai. Ia telah mengantarkan anak-anaknya mencapai sukses dan kebahagiaan. Saya teringat, saat itu di dapur belakang serta-merta saya memeluk Ibu dengan kebahagiaan yang luar biasa.
Manusia adalah mahluk rohani yang akan menjalani kehidupan berikutnya di akhirat. Bagaimana cara kita berinvestasi untuk kehidupan di akhirat? Caranya dengan membelanjakan uang kita di jalan Tuhan. Apa itu? Zakat, infak, sodaqoh (ZIS). Saya bukanlah ahli agama, tapi saya berpendapat membahagiakan ibu itu nomor satu. Itu adalah kewajiban utama seorang anak. Bahkan, menurut saya, kita tak boleh berzakat sebelum setor ke ibu.
Karena itu ketika menerima gaji pertama sebagai karyawan dengan sukacita saya memberikan semuanya ke Ibu. Saya teringat, saat itu Ibu menangis bahagia. Gaji saya seamplop-amplopnya dibawa ke kamar untuk ditunjukkan ke Bapak.
Ibu adalah segalanya bagi saya. Karena itu saya punya prinsip: Kalau Anda mau menjadi orang bahagia, bahagiakanlah ibumu. Kalau Anda mau menjadi orang hebat, hebatkanlah ibumu.
Jadi kalau saya dianggap sebagai orang sukses, maka saya lebih senang dan bangga jika dikenang sebagai orang yang sukses membahagiakan Ibu.
Ingat, kesuksesan yang hakiki adalah kesuksesan dalam membahagiakan ibu Anda. Dan, saya merasakan, sukses melampaui batas kemampuan itu, karena kekuatan doa ibu.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan jika ada yang mau berkomentar