Tulisan ini adalah lanjutan dari Bag 1 : 12 Gaya Komunikasi Parentogenik .Tulisan ini dan tulisan-tulisan berikutnya adalah versi pemahaman saya atas materi 12 Gaya Komunikasi Parentogenik. Saya menuliskannya berdasarkan ingatan saya ketika ikut Pelatihan Komunikasi Baik Benar dan Menyenangkan (KBBM) tahun 2014 dan seminar seminar Bu Elly Risman.…
Poin no 1 : Memerintah.
Maksudnya menggunakan perintah untuk memaksakan keinginan kita, dan tidak peduli perasaan dan pemikiran anak.Keyword yang khas :“Pokoknya harus …”“Mama ga mau tahu …”“Kalau Mama bilang begini, berarti harus begini …”Biasanya ini terjadi otomatis ketika anak ga mau nurut. Bagi anak, kita ini adalah pegangan mereka, jadi kalau anak melihat kita menekan dengan perintah, maka mereka akan merasa : perasaan saya tidak penting, pikiran saya tidak diapresiasi, dst.Daripada memerintah, yang kita pilih sebaiknya adalah memberi instruksi. Ini beda, baik dari niat,kata maupun nada bicara.Ketika memberi instruksi, niat kita adalah mengarahkan perilaku anak, pilihan katanya netral, nada bicaranya juga netral. Kalaupun perlu penekanan, ya berikan nada lebih tinggi juga boleh. Tapi bukan membentak.Misalnya anak ga mau beresin mainan.Daripada bilang “Mama ga mau tahu pokoknya beresin !“, mendingan kita bilang :“Nak, mainannya dibereskan ya. Sebentar lagi mau magrib”Bisa juga tambahkan tolong.“Nak, tolong mainannya dibereskan ya. Boleh minta bantu kakak juga untuk beresin.”Terkait dengan instruksi. Izin mengutip kalimat suami :“Anak itu tidak punya kapasitas menampung keluhan kita. Jadi berikan instruksi, bukan mengeluh atau memerintah dengan kesal.”…..
Poin no 2 : Menyalahkan.
Maksudnya menimpakan beban perasaan atas suatu kejadian ke si anak. Biasanya terjadi otomatis ketika anak melakukan kesalahan.Keyword yg khas :“Tuh kan, apa Mama bilang …”“Kamu sih tadi malah …”“Kamu tuh ya …”Kalimat-kalimat seperti ini membuat self worth anak jatuh.To them, we are their universe. How does it feel when your world tells you “You are guilty !”.Nah kira-kira sebegitu sedihnya anak kalau kita menyalahkan anak.Kalau terjadi perilaku yang salah dari anak, tentu anak perlu tahu bahwa kita tidak berkenan. Maka kunci dialognya ada di :bahas perasaan anak ketika melakukan kesalahan. Perhatikan bahwa bisa saja anak ga merasa bersalah, karena tidak tahu bahwa itu salah. Jadi apresiasi batas pemahamannya.bahas pemikirannya.sampaikan pesan saya.Misalnya : Anak menghilangkan barang berharga. Dan memang jelas salah anaknya,maka :“Apa yang kamu rasakan ketika barang itu hilang ?”“Menghilangkan barang ini, besar konsekuensinya Nak. Kita akan kesulitan melakukan bla bla bla …”“Mama merasa sedih melihatmu tidak hati-hati terhadap barang ini. Mama minta kamu belajar menjaga barangmu. Tolong simpan dengan baik setiap kali kamu selesai memakai barang”.Biasanya ini nyambung dengan anak minta maaf, lalu kita maafkan, lalu kita peluk, lalu kita tanya dukungan apa yang dia perlukan dari kita.“Apa yang bisa Mama bantu supaya kamu bisa lebih apik menjaga barang ?”.So it’s a home team. We fix mistakes together,and work forward together.……
Poin no 3 : Meremehkan.
Maksudnya menganggap enteng pencapaian anak. Yang penting adalah standar yg ortu buat.Keyword yang khas :“Masa begini aja kamu ga bisa ?”“Kamu bisanya apa sih ?”Kalimat ini membuat anak merasa nilai diri nya rendah di mata orangtuanya.Ini bisa berlanjut ke “Oh kayaknya aku harus berprestasi supaya bisa dianggap sama ortuku” atau malah lebih parah “Ah, ngapain di rumah juga ga pernah dihargai. Begini salah, begitu salah.”Kalau anak melakukan hal yang di bawah ekspektasi kita,kita perlu menyelidiki apa penyebabnya. Penyebabnya bisa 2 hal berbeda :Memang dia mampunya segitu. Cara memotivasi nya adalah di-encourage. Berikan dorongan dengan penuh kepercayaan bahwa dia bisa lebih dari ini.Malas memberikan yang terbaik untuk hal itu. Maka cari tahu kenapa dia malas. Bisa karena ga minat, atau sedang banyak pikiran, dll.Dalam hal ini, memang orangtua perlu bersedia menerima anak apa adanya. Termasuk menerima dia sedang mengalami episode apa dalam hidupnya.…..
Poin No 4 : Membandingkan
Maksudnya membandingkan antara anak kita dengan orang lain, bisa saudara, bisa tetangga, bisa artis (ada lho yang begini), bisa siapa aja. Tanpa pernah memperhatikan dan mengapresiasi keunikan anak kita sendiri.Misalnya : “Tuh anak tetangga bisa nilai 9, masa kamu ga bisa”.Membandingkan seperti di atas, tanpa kita sadari adalah : Pushing back.Ada nada menyalahkan, meremehkan, menganggap enteng. Ada kesan anak ga worth enough di hadapan kita.Kalau kita ingin memotivasi anak, fokuskan pada afirmasi positif pada anak. Misalnya : “Yuk anak saleh, pasti bisa rajin shalat. Bla bla bla …”Kalau misalnya, untuk memotivasi anak, kita masih perlu membandingkan, maka bandingkan diri anak dengan diri anak itu sendiri, dengan pencapaiannya di masa lalu. Misalnya “Yuk anak saleh, rajin shalat ya. Kemarin aja adek bisa shalat 4 rakaat, ikutin imam dari awal sampai akhir. Horee …pasti sekarang juga bisa ya”Dengan kalimat ini, ada antusiasme, ada membangun self worth pada anak, juga ada ajakan dari ortu ke anak untuk maju setiap hari. Jadi bukan pushing back tapi encourage. Iklan
Poin 5 : Memberi cap
Maksudnya mengasosiasikan anak dengan sifat tertentu, dengan cara memberi label biasanya negatif. Seringnya, ini otomatis terjadi ketika kita kesal anak mengulang kesalahan yang sama.Keywords yg khas :“Dasar kamu anak bodoh/kata sifat lainnya”“Ah memang kamu tuh pemalas/kata sifat lainnya”“Hei gendut, …”Secara tidak sadar sebenarnya ini juga bentuk bully verbal. Anak jadi direduksi nilainya menjadi hanya orang yang seperti label itu. Anak bisa selamanya berpikir bahwa dia ya memang begitu adanya, self worth rendah,dan juga mudah jadi objek bully dalam jangka waktu lama.…..Di sisi lain, label positif yang berlebihan juga ga bagus. Karena anak bisa jadi narsis Apresiasi yang paling pas yang bisa kita berikan adalah sesuai situasi.Misalnya : anak beresin mainan. “Wah, anak rajin. Mama senang kamu rajin beresin mainan sendiri”Contoh lain : anak menyapu lantai. “Kamu penuh inisiatif ya. Terimakasih Nak atas inisiatifmu”……
Poin no 6 : Mengancam
Maksudnya, memaksa anak kita mengikuti keinginan kita dengan cara menyatakan hak anak akan diambil kalau keinginan kita ga diikuti.Misalnya : “Kalau mainannya ga diberesin sekarang, Mama buang ke tempat sampah.”Ini memang cara cepat, tapi di sisi lain cepat juga membuat anak berpikir oportunis. Jika tidak ada ancaman,maka saya aman, ga mengerjakan kewajiban juga gapapa kok.Atau kalau diminta melakukan sesuatu, akan cenderung berpikir “What’s in it for me ?” . “Apa untungnya buat saya kalau saya melakukan itu ?”Kalau mau meminta anak melakukan sesuatu, kenalkan konsep konsekuensi logis dan konsekuensi alami. (Ini saya sendiri masih belajar apa maksudnya dan apa bedanya).Misalnya :“Kalau mainannya ga diberesin sekarang, nanti adek malah repot merapikan pas sore, nanti malah ga sempat main keluar”(konsekuensi alami)Atau pakai kalimat positif :“Kalau mainannya diberesin sekarang, adek bisa jalan jalan nanti sore”……
Poin no 7 : Menasehati
Maksudnya menasehati yang timing dan cara nya sama sekali tidak pas.Biasanya terjadi otomatis ketika anak melakukan sesuatu yang salah atau merugikan.Keywords yang khas :“mestinya kamu ….”“makanya …”Respon pertama kita yang baik adalah : bertanya perasaannya, dan membahas jadi apa pemikiran dia terkait kejadian itu,serta apa perasaan ortu terkait kejadian itu.Kalau kita mau memberi nasehat, pakai konteks seperti Luqmanul Hakim.Momen tenang, bukan ketika ada masalah. Masalah sudah dibahas tuntas duluan.Cara bahas masalah, misalnya dengan :– bahas perasaan anak (Kamu tadi kaget ya waktu gelas pecah ?),– pemikiran anak (Menurut kamu bagaimana sebaiknya cara kamu memegang gelas ?),– sampai ke ortu memberikan “pesan saya” (Bunda merasa khawatir kalau kamu ceroboh menggunakan barang. Bunda minta kamu hati-hati dalam menggunakan barang)Nah, pas momen tenang, baru kasih nasehat.Oh iya, referensi nasehat adalah ahlak Rasulullaah saw, bukan selera ortu.Misalnya : “Anakku sayang, Rasulullaah saw mengajarkan kita apik menjaga barang. Itu adalah adab kita sebagai muslim, dan bentuk rasa syukur atas adanya barang tersebut.”……
Poin no 8 : Membohongi
Maksudnya menyatakan sesuatu yang tidak jujur atau bukan sebenarnya, hanya supaya anak bisa ikut keinginan kita atau supaya dia tidak tantrum.Keywords yang khas :“Nggak kok, disuntik ga sakit” (padahal sakit)“Iya, nanti kita beli mainan se-toko ya. Cup cup jangan nangis” (padahal tidak akan beli)Anak pada dasarnya percaya pada kita. Jika sekali, dua kali, lalu berkali-kali dia dibohongi terus oleh orang tuanya, maka lama-lama anak akan belajar polanya “Jika orang tuaku bilang sesuatu belum tentu itu yang akan dilakukannya, seringkali tidak pernah terjadi”.Bayangkan bagaimana kita akan mendidik anak seputar aqidah dan ahlak, jika kata-kata kita sudah tidak dipercaya ?Bayangkan bagaimana kita mau meminta anak percaya dan mau cerita apa saja ke kita, kalau kita-nya saja tidak bisa dipercaya ?Lebih jauh lagi, persepsi anak tentang dunia juga jadi skeptis namun tak bisa percaya pada peganagan apapun, bahkan mungkin pada Tuhan.Jika anak sedang menghadapi situasi yang berat, kita sampaikan saja situasi tersebut apa adanya. Ajak anak untuk menguatkan diri menghadapi hal tersebut. Misalnya anak mau disuntik, kita bisa menyampaikan :“Nak, disuntik memang sakit. Kira-kira sakitnya seperti : kalau dari skala 1 – 10, dan skala 1 itu kalau kejedot pelan, skala 10 itu kalau kena air mendidih, maka disuntik di bagian ini kira-kira sakitnya skala 8.”“Yang perlu Adek tahu, disuntik adalah cara tercepat supaya obatnya bekerja dalam tubuh Adek. Jadi Adek akan sembuh lebih cepat”Jika perlu, tambahkan dengan penjelasan atas orang-orang yang terlibat.“Mama juga dulu pernah disuntik. Awalnya memang takut, dan itu wajar. Setelah disuntik, rasa sakitnya segera hilang, dan tubuh kita sembuh lebih cepat.” Iklan
Poin no 9 : Menghibur
Maksudnya, ketika anak gagal, kita langsung menghibur supaya dia tidak sedih, semata karena kita yang tidak tega-an melihat anak.Misalnya anak jatuh. Terus langsung kita datangi, dan bilang“cup cup cup, adek kuat ya, hebat ga sakit“Padahal mestinya anak merasakan dulu, kegagalan ini bisa menimbulkan perasaan apa dalam dirinya.Misalnya anak jatuh, kita datangi dan tanya dengan netral : “Ada yang sakit nak ?”Anak menunjuk bagian yang sakit. Kita usap dan bilang dengan empatik “Sakit ya nak ?”Kalau anak sudah jelas merasakan apa dalam dirinya, barulah kita bisa menyampaikan sesuatu untuk menguatkan dia, misalnya :“Sabar ya Nak, sakitnya diterima ya, nanti juga akan hilang”.Ini melatih anak deal with his/her emotions. Melatih anak tahu bahwa akan ada ups and downs dalam hidup. Untuk itu, dia perlu tangguh, dengan cara mengenali dan menerima apa perasaan yang muncul ketika gagal. Kalau kita langsung datang dan menghibur, semua momen belajar itu bisa hilang.Wallaahu alam.………
Poin No 10 : Menyindir
Maksudnya mau melarang anak, tapi dengan cara menyatakan perilaku yang salah.Misalnya anak ngoprek barang. Terus kita bilang :“Sok berantakin. Pinter ya kamu berantakin barang”Ini pasti membuat anak bingung. Kalimatnya menyuruh untuk berantakin. Tapi nada bicaranya dengan marah dan mengejek. Antara perintah dengan nada bicara tidak sinkron, tidak adekuat (adequate), tidak nyambung.Ini berpotensi membuat anak bingung dengan pola perasaan manusia. Dia bisa kebingungan memasangkan antara ekspresi, intonasi, dan emosi.Kebingungan ini dalam jangka waktu lama akan membuat harga diri serta self worth nya jatuh, karena dia sulit memahami dunia.Menariknya, khusus poin yang ini, masih sering terjadi di perempuan ketika dewasa, hehehe.Misalnya kita ingin suami melakukan sesuatu, tapi kita tidak mau bilang (alias gengsi ). Lalu kita malah bilang “masa gitu aja kamu ga ngerti sih” atau “iya deh kamu memang selalu bener”Kalau perempuan dewasa masih sering mengalami ini, artinya perempuan tersebut masih sulit memilah perasaan, sehingga berharap orang lain paham perasaannya dengan cara melempar kebingungan dari dalam dirinya sendiri.Ternyata, kebingungan seperti ini di masa kecil bisa berdampak panjang ya, hehe.Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita benar-benar perlu menghindari gaya bahasa menyindir seperti ini. Menyindir tidak pernah membuat orang jadi sadar dengan senang hati. Jika kita ingin anak sadar atas tindakannya, maka yang bisa dilakukan adalah memberi instruksi dulu untuk menghentikan aktivitasnya, baru beri penjelasan ketika suasana sudah tenang.Misalnya : anak membuat rumah berantakan dengan mainan yang tersebar dimana-mana. Kita bisa menyampaikan instruksi dengan singkat dan jelas.“Nak, tolong berhenti dulu mainnya. Mainan yang sedang dipegang itu, simpan dulu.”Tunggu sampai anak menyimpan mainan. Lalu lanjutkan, panggil anak untuk duduk bersama kita, atau kita yang menghampiri anak, dan duduk di sebelah anak.“Nak, mainannya tersebar dimana-mana ya ?” (Fakta).“Bunda merasa tidak nyaman dengan kondisi berantakan ini.”(perasaan saya)“Bunda minta ini dibereskan dalam 15 menit ke depan ya, karena ruangannya mau dipakai untuk yang lain” (pesan saya)………
Poin No 11 : Mengeritik
Maksudnya adalah menyoroti kesalahan anak dan membahas kesalahan sebagai fokus utama dengan nada merendahkan.Biasanya otomatis terjadi ketika anak melakukan hal yang jauh dari ekspektasi kita.Keyword yang khas :“Lihat tuh … Masa begini ….”“Gimana sih kamu ...”(dan ekspresi yang lain yang merendahkan.)Misalnya : anak sedang mencuci piring. Lalu kita lihat hasilnya, ternyata masih berminyak. Lalu kita merasa ini mestinya tidak kotor begini, dan kita ekspresikan ketidaksukaan kita saat itu juga, ke anak kita yang sedang mencuci piring.“Hei, gimana sih kamu ? Lihat ini piring masih banyak minyaknya.”Ini akan membuat anak merasa apa yang sudah dilakukannya jadi sia-sia dan tidak ada nilainya. Lambat laun, jika ini sering terjadi, self worth anak akan jatuh, karena merasa apapun yang dilakukannya selalu tidak bagus hasilnya. Harga diri juga jatuh karena merasa tidak pernah dihargai orang lain.Dalam konteks mencuci piring tadi, anak akan merasa bahwa piring itu lebih berharga daripada dirinya. Karena orangtuanya memilih fokus pada piring yang harus bersih, ketimbang perasaan anaknya ketika usahanya masih tertatih karena belajar.Jika kita ingin memberi masukan ke anak, maka fokus kita adalah mengarahkan perilaku anak, namun dengan terlebih dahulu mengapresiasi inisiatifnya dan kemajuannya. Kita perlu ingat bahwa self worth anak tumbuh dengan apresiasi terus menerus.Misalnya : “Wah, anak Mama rajin sekali mau cuci piring. Terimakasih ya Nak. Nah, kamu pasti bisa bersihkan yang ini lebih teliti lagi. Ada yang terlewat, hehehe. Semangat ya Nak, pasti makin lama makin jago cuci piringnya.”Dengan kalimat ini, anak merasa usahanya dihargai, merasa dirinya dianggap penting, dan lebih penting daripada piring. Anak juga merasa bahwa orangtuanya selalu siap sedia mendukung dirinya, sekecil apapun kemajuan dari usahanya.………
Poin No 12 : Menganalisa
Maksudnya, ketika anak curhat dengan emosi yang penuh, respon pertama kita malah menganalisa kejadian.Misalnya anak curhat “tadi aku diejek sama temanku, bla bla bla”. Terus kita malah merespon “Kayaknya anak itu lagi kesel, terus kamu juga ga bisa melawan,jadinya bla bla bla.”Padahal ketika anak curhat pada kita, sesungguhnya dia sedang mengalirkan emosi. Emosi ini perlu diterima dulu. Jadi apresiasi dulu emosinya.Kita bisa menyampaikan :“Kamu sedih ya diejek ?” atau“Kamu malu ya diperlakukan begitu?”Atau kalau bahasa tubuh anak ga bisa dibaca, kita bisa tanya :“Apa yang kamu rasakan ketika kamu diejek ?”Kalau anak sudah jelas merasakan emosi apa, baru bahas pemikiran dan langkah ke depannya. Disini baru bisa pakai analisa. Ingat untuk selalu pelan-pelan menganalisa sesuatu. Sampaikan bertahap, sehingga anak akan paham bagaimana memilah situasi dan paham bagaimana struktur berpikir kita atas situasi ini.Misalnya :“Oh, jadi kamu merasa malu ketika diejek ya.”“Kamu ingin temanmu itu berhenti mengejekmu.”“Kamu lihat dia mulai mengejek sejak orang tuanya bercerai ya ?”“Mungkin dia sedang marah dengan situasi keluarganya, tapi tidak bisa menyatakan kemarahannya di keluarganya, jadi terlampiaskan kepada orang lain.”“Kalau benar begitu, maka sebenarnya dia hanya sedang bingung, dia tidak benar-benar membencimu.”………Alhamdulillaah, tuntas memaparkan 12 Gaya Komunikasi Parentogenik versi pemahaman saya. Yang benar dari Allah SWT, dan semua yang keliru berasal dari saya. Semoga semua ilmu ini menjadi amal jariyah bagi para guru parenting semua orang tua muda seperti saya (Bu dll). Aamiin.Semoga bermanfaat Iklan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan jika ada yang mau berkomentar