Tauhid terbagi 4
1 tauhid uluhiah
tauhid uluhiah merupakan inti dari perjuangan rasullullah dan para sahabat karna mereka di utus untuk menegakkan kalimat لا اله الا الله(tiada tuhan yang patut di sembah melainkan allah )maksud untuk menafikan sembahan lain dari pada ajaran islam.perhatikan firman allah berikut ini
ولقد بعثنا في كل امة رسولاان اعبدوا الله واجتنبو ااطاغوت
dan sungguh kami tlah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan)sembahlahallah dan jauhilah TAQUT
tauhid uluhiah adalah mentauhidkan allah dalam doa menyemblih qurban ,bernazar,dan dalam aktivitas lain dalam yufid .com dikatakan begini
Tauhid uluhiah merupakan kewajiban pertama setiap manusia
Kewajiban awal bagi setiap mukallaf (orang yang mendapat beban syariat) adalah bersaksi la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), serta mengamalkannya. Ini utama dari persaksian ini adalah beriman bahwa Allah satu-satunya Dzat yang berhak dijadikan sebagai tujuan ibadah. Sedangkan semua makhluk yang diibadahi selain Allah adalah thaghut, yang wajib diingkari.
Itu artinya bahwa kewajiban awal manusia adalah melaksanakan konsekwensi dari tauhid uluhiah, dengan wujud amal hati, lisan, dan perbuatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu ….” (Q.s. Muhammad : 19)
2 tauhid rububiah .
berikut adalah perbedaan antara tauhid uluhian dengan rububiah
No.
Tauhid uluhiah
No.
Tauhid rububiah
1.
Tujuan penciptaan manusia dan jin
1.
Menjadi fitrah penciptaan setiap hamba
2.
Inti dakwah para rasul kepada kaumnya
2.
Pengantar dakwah tauhid uluhiah
3.
Titik sengketa antara para rasul dengan kaumnya
3.
Telah diakui oleh semua manusia, termasuk musuh dakwah para rasul
4.
Berisi tuntutan untuk beribadah hanya kepada Allah
4.
Pengantar untuk mengingatkan manusia agar beribadah kepada Allah
5.
Mengandung tauhid rububiyah. Artinya setiap orang yang melaksanakan tauhid ini, dia pasti telah mengakui tauhid rububiyah
5.
Menuntut setiap orang yang mengakuinya untuk melaksanakan tauhid uluhiah
6.
Pembeda antara muslim dan kafir
6.
Pembeda antara ateis dan non-ateis
7.
Memasukkan seseorang ke dalam agama Islam
7.
Belum memasukkan seseorang ke dalam agama Islam
8.
Kewajiban pertama manusia
8.
Disadari oleh semua manusia
Artikel www.yufidia.com
tauhid rububiah adalah mentauhidkan allah dalam seluruh perbuatannya seperti menciptakan ,memiliki dan memelihara
auhid adalah meyakini keesaan Allah dalam Rububiyah, ikhlas beribadah kepadaNya, serta menetapkan bagiNya Nama-nama dan Sifat-sifatNya. Dengan demikian, tauhid ada tiga macam: Tauhid Rububiyah , Tauhid Uluhiyah serta Tauhid Asma' wa Sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu memiliki makna yang harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara ketiganya.
Makna Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala perbuatanNya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu ..." [Az-Zumar: 62]
Bahwasanya Dia adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, ..." [Hud : 6]
Dan bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." [Ali Imran: 26-27]
Allah telah menafikan sekutu atau pembantu dalam kekuasaan-Nya. Sebagaimana Dia menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberian rizki. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan (mu) selain Allah ..." [Luqman: 11]
"Artinya : Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizkiNya?" [Al-Mulk: 21]
Allah menyatakan pula tentang keesaanNya dalam rububiyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." [Al-Fatihah: 2]
"Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam." [Al-A'raf: 54]
Allah menciptakan semua makhlukNya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menye-kutukan Allah dalam ibadah juga mengakui keesaan rububiyah-Nya.
"Artinya : Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al-Mu'minun: 86-89]
Jadi, jenis tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat mana pun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakuiNya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan para rasul yang difirmankan Allah:
"Artinya : Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?" [Ibrahim: 10]
Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir'aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakiniNya. Sebagaimana perkataan Musa alaihis salam kepadanya:
"Artinya : Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan binasa". [Al-Isra': 102]
Ia juga menceritakan tentang Fir'aun dan kaumnya:
"Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya." [An-Naml: 14]
Begitu pula orang-orang yang mengingkarinya di zaman ini, seperti komunis. Mereka hanya menampakkan keingkaran karena ke-sombongannya. Akan tetapi pada hakikatnya, secara diam-diam batin mereka meyakini bahwa tidak ada satu makhluk pun yang ada tanpa Pencipta, dan tidak ada satu benda pun kecuali ada yang membuatnya, dan tidak ada pengaruh apa pun kecuali pasti ada yang mempenga-ruhinya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." [Ath-Thur: 35-36]
Perhatikanlah alam semesta ini, baik yang di atas maupun yang di bawah dengan segala bagian-bagiannya, anda pasti mendapati semua itu menunjukkan kepada Pembuat, Pencipta dan Pemiliknya. Maka mengingkari dalam akal dan hati terhadap pencipta semua itu, sama halnya mengingkari ilmu itu sendiri dan mencampakkannya, keduanya tidak berbeda.
Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang komunis saat ini hanyalah karena kesombongan dan penolakan terhadap hasil renungan dan pemikiran akal sehat. Siapa yang seperti ini sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk menertawakan dirinya.
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]
3 TAUHID ASMA WAL SIFAT
Tauhid asma wal sifat adalah menetapkan semua sifat yang allah tetapkan semua sifat yang allah tetapkan bagi dirinya dalam kitabnya atau sebagai mana sabda nabi muhammad saw dalam hadist sesuai dengan hakikatnya .berikut beberapa penjelasan dari tauhit asma wal sifat
Sesungguhnya, termasuk yang penting bagi seorang pencari kebenaran, sebelum mempelajari sisi-sisi tauhid yang rinci dan mendetail dari Asma’ dan Sifat, hendaklah ia mengerti pentingnya tauhid ini, kedudukan, peranannya secara khusus dan dalam seluruh sisi agama ini secara umum.
Pembentukan pemahaman tentang penting dan agungnya kedudukan tauhid Asma' wa Sifat dalam benak seorang muslim, dengan izin Allah, manfaatnya akan kembali kepada diri seorang muslim dalam mengimani Allah Azza wa Jalla. Sehingga dapat menekuni sisi ini sesuai dengan proporsi kepentingan yang semestinya. Demikian pula dapat menambah kesenangannya untuk mempelajari, menekuni dan membahas masalah Asma' wa Sifat dengan segala cabangcabangnya, dimana seorang pencari kebenaran yang bersemangat meningkatkan ilmunya yang bermanfaat, tidak dapat mengabaikan persoalan tauhid Asma' wa Sifat.
Hanya saja sangat disesalkan, sebagian orang mempunyai pandangan meremehkan ketika melihat urgensi dan kedudukan tauhid ini. Mereka menyangka bahwa membahas masalah ini, tidak lebih dari (sekedar) menyebutkan perbedaan pendapat yang saling bertentangan tentang mana di antara nama dan sifat-sifat Allah yang di akui adanya atau tidak diakui. (Menurut mereka), perkaranya tidak melebihi hal itu dan tidak akan keluar darinya.
Perkataan dan pendapat demikian tidak akan lahir, kecuali dari salah satu di antara dua jenis manusia. Mungkin dari orang bodoh (jahil) yang tidak mengetahui bahwa dalam pembahasan ini terdapat masalah-masalah bermanfaat dan memiliki tingkat kepentingan yang untuk memahami permasalahannya tidak bisa diabaikan oleh seorang muslim.
Atau mungkin, dari orang yang menyimpang aqidahnya. Ia menyangka bahwa perkara ini tidak bertentangan dengan yang diyakini ahli bathil, yang (mereka itu), dalam permasalahan ini atau masalah lain tidak bernaung di bawah terangnya cahaya Al Qur'an dan Sunnah. Sebagai akibatnya, ketika mereka berbicara masalah (Asma' wa Sifat) ini, (pembicaraan mereka) tidak keluar dari kerangka caci makian terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah, serta membuat keragu-raguan tentang Asma' dan Sifat tersebut atau tentang sebagian besar darinya.
Oleh karena itu mereka enggan untuk memahaminya. Apalagi menerangkan pembahasan yang terdapat disana, berupa peran dan kedudukannya dalam aqidah seorang muslim dan keimanannya terhadap Allah
Dalam rangka membimbing pencari kebenaran dan mengajari orang-orang bodoh yang lalai, serta mengajak orang-orang yang menyimpang, juga sebagai pengingat kembali bagi orang alim, maka kami tulis bahasan ini, yang mengisyaratkan sebagian dari yang terdapat dalam tauhid ini, yaitu berupa faidah dan keistimewaan-keistimewaannya. Semoga Allah memberi manfaat dengan tulisan ini kepada orang yang sudi mentelaah serta mengkajinya.
Maka dengan taufiq Allah, dan hanya kepada-Nya saya memohon pertolongan serta kebenaran, saya ketengahkan secara ringkas apa yang ingin saya sampaikan pada poinpoin berikut:
TAUHID ASMA’ WA SIFAT ADALAH SEPARUH BAB IMAN KEPADA ALLAH
Bagi seorang muslim, sungguh sangat jelas pentingnya iman kepada Allah. Karena, rukun tersebut merupakan rukun iman pertama, bahkan terbesar. Rukun-rukun selainnya mengikut kepadanya dan cabang dari padanya. Itulah tujuan diciptakan makhluk, diturunkan kitab-kitab, diutus dan rasul-rasul, serta agama ini dibangun di atasnya. Jadi, iman kepada Allah merupakan asas segala kebajikan dan sumber hidayah serta sebab segala kebahagiaan.
Yang demikian itu, karena manusia sebagai makhluk yang diciptakan dan dipelihara, segala ilmu dan amalnya kembali (tergantung) kepada pencipta dan pemeliharanya. DariNya-lah petunjuk, untukNya beramal, dan kepadaNya akan dikembalikan. Manusia tidak bisa bebas dariNya. Berpaling dariNya, berarti kebinasaan dan kehancuran itu sendiri.
Seorang hamba tidak akan mendapat kebaikan dan tidak pula kebahagiaan, kecuali dengan mengenal Rabb-nya dan beribadah kepadaNya. Bila ia melakukan yang demikian itu, maka itulah puncak yang dikehendakiNya, yaitu untukNya ia diciptakan. Adapun selain itu, mungkin suatu yang utama dan bermanfaat, atau keutamaan yang tidak ada manfaatnya, atau suatu tambahan yang membahayakan. Oleh karena itulah, dakwah para rasul kepada ummatnya adalah (menyeru) untuk beriman kepada Allah dan beribadah kepadaNya. Setiap rasul memulai dakwahnya dari hal itu, sebagaimana (dapat) diketahui dari sejarah dakwah para rasul yang diterangkan dalam Al Qur’an.
Untuk memiliki kebahagiaan dan keselamatan serta keberuntungan, yaitu dengan merealisasikan tauhid yang dibangun di atas keimanan kepada Allah. Dan untuk mewujudkan keduanya, (maka) Allah mengutus utusanNya. Itulah yang didakwahkan para rasul, dari yang pertama (Nuh) hingga yang terakhir (Muhammad).
Pertama : Yaitu tauhid ‘ilmi khabari al i’tiqadi. Meliputi penetapan sifat-sifat kesempurnaan Allah dan menyucikanNya dari segala penyerupaan dan penyamaan, serta mensucikan dari sifat-sifat tercela.
Kedua : Yaitu beribadah kepadaNya saja, tidak menyekutukanNya dan memurnikan kecintaan kepadaNya, serta mengikhlaskan kepadaNya perasaan khauf, raja’, tawakal kepadaNya dan ridha terhadapNya sebagai Rabb, ilah dan wali. Tidak menjadikan untukNya tandingan dalam perkara apapun.
Allah telah mengumpulkan kedua jenis tauhid ini dalam surat Al Ikhlas dan Al Kafirun. Surat Al Kafirun mencakup ilmi khabari iradi dan surat Al Ikhlash juga mencakup tauhid ilmi khabari.
Di dalam surat Al Ikhlash terdapat keterangan yang wajib dimiliki Allah, yaitu berupa sifat-sifat sempurna. Juga menegaskan apa-apa yang wajib disucikan dariNya, yaitu berupa sifat-sifat tercela dan penyerupaan. Adapun surat Al Kafirun, menerangkan wajibnya beribadah hanya kepadaNya, tidak menyekutukanNya dan berlepas diri dari segala peribadatan kepada selainNya.
Salah satu dari dua tauhid diatas tidak akan terjadi, kecuali bila disertai tauhid yang satunya lagi. Oleh karena itu, Nabi sering membaca dua surat ini dalam shalat sunnah Fajar, Maghrib dan Witir. Karena kedua kedua surat itu merupakan pembuka amal dan penutup amal. Sehingga permulaan siang harinya (dimulai) dengan tauhid dan ditutup dengan tauhid. [1]
Jadi, separuh (sebagian) tauhid yang dituntut dari seorang hamba, dan separuhnya adalah tauhid Asma’ wa Sifat.
TAUHID ASMA’ DAN SIFAT, SECARA MUTLAK ADALAH ILMU YANG MULIA DAN PENTING
Sesungguhnya mulianya suatu ilmu, tergantung pada isi ilmu itu sendiri, karena tingkat kepercayan seseorang pada dalil-dalil serta bukti-bukti tentang adanya. Disamping isi ilmu itu amat perlu difahami dan sangat besar manfaatnya bila difahami.
Tidak diragukan, bahwa sesuatu yang paling agung, paling mulia dan paling besar untuk diketahui adalah tentang Allah. Dzat yang tidak ada sesuatupun berhak diibadahi kecuali Dia, Rabb alam semesta, Pemelihara langit, Maha Raja Yang Haq, yang disifati dengan semua sifat sempurna. Dzat yang Maha Suci dari segala kekurangan dan cela, Maha Suci dari keserupaan serta kesamaan dalam kesempurnaanNya. Maka tidak diragukan bahwa mengilmui nama-nama dan sifat-sifat serta perbuatan-perbuatanNya merupakan pengetahuan paling agung dan paling utama. [2]
Bila dikatakan bahwa ilmu adalah sarana bagi amal, ia dimaksudkan untuk diamalkan, dan amal adalah tujuan ilmu. Padahal telah diketahui, tujuan lebih utama dari sarana. Dengan demikian, bagaimana sarana lebih diutamakan daripada tujuannya?
Perlu dijawab, masingmasing ilmu maupun amal dibagi menjadi dua. Diantaranya ada yang menjadi sarana (wasilah), dan diantaranya ada yang menjadi tujuan (ghayah). Jadi, tidak seluruh ilmu adalah sarana untuk mendapatkan yang lainnya. Karena sesungguhnya ilmu tentang Allah, nama-nama dan sifat-sifatNya adalah ilmu yang paling mulia secara mutlak. Jadi ilmu ini adalah ilmu yang dituntut dan kehendaki itu sendiri. Allah berfirman.
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ اْلأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ اْلأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىْءٍ عِلْمًا
Allah yang telah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi semisalnya. PerintahNya berlaku padanya. Agar kamu mengetahui, bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah, ilmuNya benar-benar meliputi segala sesuatu. [Ath Thalaq : 12].
Allah telah mengabarkan, bahwa Dia menciptakan langit dan bumi, dan memberlakukan perintahNya kepadanya, supaya hamba-hambaNya mengetahui bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Jadi, ilmu ini sebagai puncak (tujuan) penciptaan yang dituntut (untuk diketahui). Allah berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآإِلَهَ إِلاَّاللهُ
Ketahuilah, bahwasanya tidak ada yang diibadahi dengan benar, kecuali Allah. [Muhammad : 19].
Jadi, mengilmui ke-Maha-Esaan Allah menjadi keharusan, dan tidak cukup dengan itu saja, tetapi harus disertai dengan beribadah kepadaNya semata, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Keduanya adalah dua perkara yang dituntut. Pertama, untuk mengenal Allah dengan namanama, sifat-sifat, perbuatanperbuatan dan hukumhukumnya. Kedua, untuk beribadah sebagai konsekwensi dan kewajibannya.
Jadi, mengilmui ke-Maha Esaan Allah menjadi keharuasan, dan tidak cukup dengan itu saja, tetapi harus disertai dengan beribadah kepadaNya semata, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Keduanya adalah dua perkara yang dituntut. Pertama, untuk mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan dan hukum-hukumnya. Kedua, untuk beribadah sebagai konsekwensi dan kewajibannya.
Jadi seperti halnya beribadah kepadaNya itu dituntut dan dikehendaki, demikian pula mengilmui tentangNya, karena sesungguhnya ilmu termasuk seutama-utama ibadah. [3]
TAUHID ASMA’ DAN SIFAT ADALAH DASAR ILMU AGAMA
Tauhid asma’, sifat dan af’al, adalah ilmu yang paling agung, paling mulia dan paling mulia dan paling besar, yang merupakan ashlu (prinsip) agama. Semua ilmu mengikut pada ilmu ini dan sangat membutuhkannya. Sehingga mengilmui tentangnya termasuk prinsip keilmuan dan permulaannya. Karena, barangsiapa mengenal Allah, maka akan mengenal yang lainnya. Dan barangsiapa yang tidak mengenal Rabb-nya, maka terhadap yang lainnya (pun) dia tidak lebih mengetahui. Allah berfirman,
وَلاَتَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah engkau menjadi seperti orang-orang yang melalaikan Allah, lalu mereka melalaikan diri mereka sendiri. [Al Hasyr : 19].
Amatilah ayat ini, engkau akan mendapatkan makna yang mulia dan agung. Yaitu, barangsiapa yang melalaikan diri dan pribadinya, sehingga ia tidak mengetahui hakikat dirinya dan tidak pula (mengetahui) kemaslahatan dirinya. Bahkan melalaikan kemaslahatan dan kebahagiaan dirinya di dunia dan di akhirat. Karena ia (telah) keluar dari fitrah, yang untuk itu ia diciptakan. Sehingga, karena ia melalaikan Rabb-nya, maka dilalaikanlah dia dari dirinya, sifatnya, (dilalaikan dari) apa saja yang dapat menyempurnakan diri dan membersihkan dirinya, serta apa saja yang dapat membahagiakan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Allah berfirman,
وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Dan janganlah engkau mentaati orang-orang yang Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami dan mengikuti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya melewati batas. [Al Kahfi:28]
Jadi, lalai dari mengingat Rabb-nya akan mengakibatkan persoalan diri dan hatinya melampui batas. Sehingga ia terpalingkan dari menadapatkan kemaslahatan, kesempurnaan, dan apa yang dapat membersihkan jiwa dan hatinya. Bahkan yang demikian itu (dapat) mencabik-cabik hati dan menghancurkannya, membingungkannya dan tidak mengetahui jalan.
Begitulah, ilmu tentang Allah adalah pangkal semua ilmu. Dan ilmu ini merupakan pangkal ilmu pengetahuan seorang hamba tentang kebahagiaannya, kesempurnaanya, kemaslahatan dunia dan akhiratnya.
Sedangkan tidak berilmu tentang Allah, akan mengakibatkan kebodohan terhadap dirinya, kemaslahatannya, kesempurnaannya, dan apa saja yang dapat membersihkan serta membahagiakan dirinya. Maka memahami Allah, berarti kebahagiaan bagi seorang hamba. Dan bodoh terhadapNya berarti pangkal kebinasaan baginya. [4]
4 TAUHID MULUKIAH
Mulukiah adalah penetapan allah yang kekal sebagai malik (raja /penguasa)di alam semesta .semua kejadian ini merupakan pelaksana kehendaknya, sebagai rabb,pencipta,penghancur ,pemelihara serta pengatur alm semesta ini.al malik adalah sifatnya .allah yang memiliki sifat mutlak marajai (memerintah).jadi,yang memerintah seluruh alam ini hakikatnya berasal dari allah dan tetap mutlak milik allah semata.semua kekuasaan akan tunduk kepada rabbnya ,perhatikan petikan firman allah berikut.
فَتَعَالَى اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيم
Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya;tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Rabb (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia. [Al-Mu'minun/ 23:116]
satri yanto di 01.47
Berbagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan jika ada yang mau berkomentar